Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi Ayur Hypnotherapy dan Neo Zen Reiki. Menulis adalah upaya untuk mengingatkan diri sendiri. Bila ada yang merasakan manfaatnya, itupun karena dirinya sendiri.....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Inilah cara "Manunggal" dengan Dia

1 September 2021   09:16 Diperbarui: 1 September 2021   09:19 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ingat masa lalu merasa bahagia?

Itu lah yang terjadi pada orang yang gila. Mereka selalu tersenyum ketika ingat masa lalu yang membuat mereka bahagia. Mereka hidup di masa lalu. Mereka sulit move on. Mereka lupa bahwa segala sesuatu berubah. Mereka begitu terpaku lupa bahwa perubahan adalah keabadian.

Sulit beranjak dari kenyamanan. Bukan hanya pada orang kaya, namun juga pada orang miskin. Jika orang kaya pantas susah move on, karena kenyamanan duniawi memang memabukkan. Tetapi, orang miskin juga bisa mengalami hal yang sama. Mereka begitu menikmati kemalasannya dengan berbagai alasan. Kata mereka: ‘Ini kan ujian dari Tuhan.’ Benarkah???

Tidak lah mungkin, Tuhan senantiasa ingin umat Nya bahagia dan menikmati kenyamanan bendawi, hanya pesan Nya: ‘Jangan terikat karena dunia bukan lah habitat sesungguhnya sang Jiwa Mulia.’ Boleh menikmati benda dunia, namun tidak terikat. Keterikatan inilah yang menciptakan kesengsaraan/penderitaan. Keterikatan berarti gagal move on.

Demikian juga dengan orang gila. Pikiran mereka terikat pada masa lalu. Hal yang sama berlaku pada kita yang selalu takut, sakit hati, irihati dan dengki. Sama-sama sakit pikiran, bukan sakit jiwa. Jiwa tidak pernah sakit. Istilah salah kaprah yang sudah terbiasa di masyarakat. Yang sakit adalah mind; gugusan pikiran dan perasaan.

Tuhan menggunakan tubuh manusia untuk memelihara ciptaan Nya. Alam dan hewan serta lingkungan. Inilah bentuk pelayanan dari Dia terhadap ciptaan Nya sendiri. Ia butuh untuk menghidupi diri Nya saat berada dalam tubuh manusia. Tanpa adanya tumbuhan, hewan, alam sebagi ruang tempat tinggal, tubuh manusia yang digunakan Tuhan untuk merasakan ciptaan Nya.

Mungkin orang mengatakan bahwa jalan pikiran saya, aneh….

Tetapi coba direnungkan….

Adakah sesuatu di luar Dia?

Bisakah kita hidup di luar Dia?

Bayangkan kita dalam suatu ruangan, mungkin kah udara terpisah dari kita?

Tuhan lebih lembut dari udara. Dia sesuatu yang tidak dikenal, namun kita merasakan kehadiran Nya. Hanya Dia yang bisa merasakan diri Nya sendiri. Kasih adaah sifat utama Nya. Barang siapa yang hidup dalam Kasih Nya, ia merupakan alat bagi Dia untuk bermanifestasi.

Ahhhh…. Dia Ada sekaligus Tiada….

Saat ‘ego’ eksis, Dia tiada. Di kala ‘ego’ tiada, Dia ada. Mungkinkah kita berkata bahwa Dia hadir di saat ‘ego’ tiada? Tidak mungkin teman. Hanya ‘ego’ yang bisa mengatakan bahwa Dia hadir. Karena ada keterpisahan antara ‘ego’ dan Dia Sang maha Jiwa.

Orang kaya terikat pada kekayaannya….

Orang miskin terikat dengan kemalasannya dan selalu mencari kesalahan pada orang lain….

Orang sakit pikirannya terikat pada peristiwa masa lalu….

Orang cemas terikat pada masa depan yang belum pasti terjadi…..

Inilah penyakit yang mesti kita waspadai…..

Di manakah kita saat ini????

Ingat kah kita tujuan dari kehidupan atau kelahiran saat ini???

Atau masih saja kita terjebak oleh kenyamanan diri???

Kenyamanan bukan lah kebahagiaan. Kebahagiaan terjadi di kala terwujud ‘kemanunggalan’….

Banyak cara telah Dia berikan melalui insan yang telah pernah merasakan ‘Kemanunggalan’ dengan Dia. Panggil lah Dia dengan sebutan yang tepat, dan rasakan kehadiran Nya. Bukan kah saat kita memanggil seseorang bertujuan untuk mengharapkan kehadiran Nya?

Dalam buku Yoga Sutra Patanjali ini, kita bisa tahu sebutan yang paling tepat untuk menghadirkan Dia, bahkan manunggal dengan Dia.

Dalam buku Yoga Sutra Patanjali diulas dengan jelas oleh Anand Krishna, Gramedia Utama, cara untuk memanggil Nya sehingga terjadilah perubahan dalam diri. 

Hiduplah dengan sifat selaras dengan alam, sehat serta pikiran sejernih air di pegunungan dan seindah kicau burung di alam perdesaan dan di hutan…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun