rekans all yg smoga tansah berbahagia & sehat ...
musim haji yg lalu, adikku (ipar) &Â kakakku (ipar) plus suaminya (si suami) berkesempatan berhaji, alhamdulillah
tidak ada yang istimewa yg bisa saya share ke rekans semua
hanya secuil episode mini ketika si kakak berpamitan kepada seluruh saudara, khususnya kepada ibunya
episode kecil itu kira-kira seperti ini...
lazimnya pamitan berhaji pada umumnya, adalah cukup heboh
secara psikologis, baik dari sisi si calon haji ataupun saudara2 yang dipamitinya ...
hampir secara keseluruhan merasakan ada getaran yg khas, yang unik ... wis pokoke 'bedo'
jika kita bandingkan dg pamitan2 lain meski dg jarak tempuh atau lama perjalanan yg bahkan lebih lama
nah ...
ketika si kakak (sang suami) berpamitan kepada ibunya (si ayah sudah meninggal),
lazimnya pamitan haji, ... tentunya beliau menyampaikan maaf & do'a, terlebih kepada ibunya sendiri
ada yg sedikit 'lain' ....
di sana, secara spontan si ibu justru yang meminta maaf dg sebegitu emosionalnya
beliau dg begitu tulus dan bersungguh-sungguh meminta maaf kepada si anak tsb
beliau sampaikan (asline tentunya boso jowo.. hehe)
" ibu minta maaf, karena ibu&bapak tidak pernah seumur-umur hingga anak dewasa mendidikan agama untukmu .... "
beliau tambahkan , ...
" ibu juga minta maaf, karena engkau (si suami) hingga kini belum juga bisa membaca al qur'an ...
... kirain membesarkan anak cukup dengan materi, mengajarkan survival dunia hanya melalui keunggulan materi, ...
... ternyata itu semua tidak cukup ... "
rekans all ...
latar belakang si ibu tsb memang tipikal khas orang jawa kejawen yg umum kita saksikan
secara ideologi, mereka berprinsip bahwa yg terpenting dlm hidup ini adalah berlaku baik ... tidak menyakiti, tidak merugikan orang lain
boso jowone ... ojo njiwitan yen ora gelem dijiwit, ojo gawe lorone atine liyan
rupanya seiring dg berjalannya waktu ....
alhamdulillah ... hidayah secara perlahan ikut hadir dalam kehidupan si ibu tsb, meski si bapak tidak berkesempatan hingga akhir hayatnya
perlahan namun terlihat pasti ...
si ibu pun menyadarinya ... bahwa 'baik' saja tidaklah cukup
ajaran kejawen yg awalnya dinilainya akan mumpuni sbg bekal terbaik berpetualang hidup ... akhirnya dirasakan sbg hal yg masih banyak berkekurangan
hidup sangatlah belum mencukupi, kalau hanya ber'tuhan'kan materi dan bermodalkan 'baik'
sebagai orang tua, ... beliaupun akhirnya menyadari ...
bahwa ada kesalahan besar padanya dalam membesarkan anak2nya ... (meski scr 'keduniaan' anak2nya cukup mapan ...)
beliau merasa telah mengabaikan satu hal yg sangat prinsip ... yakni bekal keislaman &Â keimanan
beliau menyadari, ... inilah hal pertama yg seharusnya diprioritaskan utk dididikkan kpd anak2nya sebelum hal-hal lainnya
bukan utk mengabaikan yg lainnya ... tapi bgmn menjadikan didikan2 lainnya mjd terbimbing & selaras dengan prinsip dasar tsb
begitulah sepenggal episode yg menurutku cukup menarik
menarik secara esensi, dan menarik juga dari sisi munculnya kejujuran pengakuan atas kesalahan dari si ibu
bahwa sebuah esensi kebenaran adalah sesuatu yg tidak akan hilang
kebenaran, bhw bekal hidup berupa keislaman & keimanan adalah sangat pokok
sementara terkait atas kejujuran pengakuan terlebih atas kesalahan2 dari si ibu ...
adalah bukan hal mudah,
sangat dibutuhkan jiwa yg besar utk berani mengakuinya
terlebih dari orang tua ke anak sendiri ...
btw ...
kepada rekans yg belum berhaji ...
semoga segera berkesempatan menunaikannya ...
jangan sampai kita akhirnya tak berkesempatan utk selamanya, sementara cadangan alasan yg bisa diterimaNYA pun juga belum ada
berhaji ... bukan sekedar pemenuhan kewajiban
tapi lebih kepada sbg tanda syukur & terima kasih kepadaNYA ...
mungkin ada baiknya ... coba sering2 bertanya kepada diri sendiri ...
sambil bayangkan 'respons' DIA atas pertanyaan ini :"pantaskah saya belum berhaji hingga kini?"
lalu ... lanjutkanlah dg uji kredibilitas atas alasan2 yg mungkin bisa kita kemukakan ...
serta bayangkan juga ketika itu ... bahwa DIA menyaksikan segala kejujuran kita atas hasil uji kredibilitas ini
semoga manfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H