"Iya ini ada catatan nama-nama Kiyai yang ditahan di Penjara Menes. Juga Lima Kiyai yang sudah digantung tadi siang. Coba kamu periksa sendiri apakah ada gurumu?" Kata Ki Suganda, pimpinan Masjid.
Bayu menerima secarik kertas berwarna coklat lusuh dan sudah banyak robekannya. Bayu kaget karena dalam daftar itu ternyata ada nama Haji Furqon, salah satu Kiyai yang sudah dihukum gantung.
"Besok ba'da Ashar, Belanda kembali akan menghukum gantung lima orang Kiyai tapi belum diketahui siapa saja mereka. Mata-mata kita mencari informasi para Kiyai yang gugur dalam perang jihad tersebut." Kembali suara Ki Suganda.
Hasil pertemuan memutuskan bahwa para santri dipimpin oleh Ki Suganda akan menyerbu Penjara Menes, tepat pada tengah malam. Bayu Gandana juga turut dalam operasi tersebut. Hanya para santri yang sudah terlatih yang boleh ikut dalam operasi senyap itu.
Bayu masuk grup pimpinan Adeng Hidayat, salah satu santri berpengalaman dan mengenal setiap sudut penjara Menes.
Dengan mengendap dan langkah ringan, mereka bagaikan kucing yang sedang mencari mangsa, Bayu mengikuti petunjuk jalan dari Adeng yang sudah familiar dengan suasana penjara.
Melewati halaman belakang, Bayu melihat lima jasad terkulai di tiang gantungan. Berdebar hati Bayu saat mendekat, memeriksa wajah-wajah yang tergantung tersebut.
Bayu kaget dengan hati bergetar. Dalam kegelapan malam, dia melihat wajah mirip Kiyai Furqon. Wajah itu rusak karena siksaan para Algojo sebelum dilakukan hukum gantung. Rasa sedih memenuhi relung hati anak muda ini.
Dalam daftar itu nama gurunya digantung sore kemarin. Apakah berarti gurunya sudah wafat? Bayu merasakan kesedihan mendalam karena gagal menyelamatkan gurunya.
Tetiba terdengar bunyi peringatan sebagai tanda ada penyusup. Puluhan serdadu mulai menyebar mencari para penyusup. Bayu segera meninggalkan area penjara.
Dalam sekejap Bayu berhasil keluar dari penjara Menes masuk menuju hutan kecil di sekitar penjara. Bersembunyi di balik pohon yang daun perdunya sangat lebat.