Novel bareng itu akhirnya terbit juga. Tidak terbayangkan pada awalnya bisa menulis bareng dengan 33 penulis yang berbeda karakter baik dari segi pemikiran maupun latar belakang mereka yang berbeda yang ada di Kompasiana.Â
Tidak semua dari penulis-penulis itu adalah sosok yang bermain di kanal Fiksiana yang sangat akrab dengan cerpen dan novel. Namun banyak diantara mereka adalah penulis opini dari kanal lain seperti olah raga, iptek, politik, sosial dan Humaniora.Â
Daeng Khrisna Pabichara mengawali bab pertama yang menjadi pegangan kemana arah cerita dari novel ini. Bab inilah yang kemudian dikembangkan oleh para penulis lainnya.Â
Blog Secangkir Kopi Bersama, Eskaber, yang menjadi wadah dalam menggagas menulis novel keroyokan ini dengan inisiatif dari sosok Kompasianer Widz Stoops yang akrab dipanggil Mbak Widz.Â
Maka mulailah hari demi hari para penulis menuangkan segala kreativitas idenya dalam menggarap novel keroyokan ini.Â
Sosok Daeng Khrisna menjadi "Kuncen" yang setia mengawasi setiap karya para penulis yang mengeroyok novel ini.Â
Kalau dalam sepak bola Daeng Khrisna ini ibarat pelatih sekaliber Pep Gurdiola yang mengasuh para super star seperti Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Neymar, Kylian Mbappe dalam sebuah klub top dunia.Â
Mungkin klub sepak bola itu seperti Barcelona atau Real Madrid, mungkin juga Liverpool, Manchester City atau Manchester United. Intinya sosok pelatih yang mampu mengelola para super star.Â
Novel ini sudah terbit tapi belum beredar. Sebagai bocoran saja bab pertama judulnya adalah Meneguk Kopi Pahit dan bab penutupnya adalah Takdir Kapak Algojo.Â
Itu adalah dua bab sebagai kunci dari novel ini yang ditulis oleh Daeng Khrisna sekaligus menjadi gambaran dari isi novel secara keseluruhan. Â
Tokoh sentral novel adalah Segara Ananda Sangguraja. Sosok ini saat berumur 4 tahun menyaksikan sendiri bagaimana ayahnya dipenggal kepalanya dengan sebuah kapak yang dicuri dari Museum Markisches Berlin.Â