Sore itu Anindia Nilajuwita baru saja selesai merampungkan draf tesis yang akan diajukan kepada pembimbingnya di Bandung. Laptop sudah ditutup dan seteguk kopi hangat itu pun dihabiskannya.
Namun wanita berparas rupawan ini masih betah duduk di Beranda belakang rumahnya sambil memperhatikan sisa-sisa gerimis jatuh ke tanah. Benaknya menerawang ke belakang. Peristiwa itu seakan baru kemarin, pikir Anindia.Â
Tujuh tahun yang lalu Anindia Nilajuwita sudah mampu berdamai dengan masa lalu. Bayangan Prasaja Utama sudah sangat rapi disimpannya dalam-dalam di relung hatinya.
Sejak tahu Prasaja menikah dengan gadis pujaannya, Anin mulai menerima kenyataan itu dengan lapang dada. Bagaimanapun Anin masih berpijak pada akal sehatnya bahwa hidup ini harus berlanjut dengan harapan-harapan baru lainnya.
Anin ingat saat itu masih kuliah di Yogya ketika kabar itu datang dari Renata Utami tentang pernikahan kakaknya dengan wanita pilihan bernama Adzkia Samha Saufa.
"Anin, kamu bisa hadir nanti?" Kata Renata, sahabat dan teman sebangku ketika SMA sambil menyodorkan kartu undangan berwarna pink.
Anin menerima undangan itu sambil tersenyum. Walaupun Anin adalah gadis yang ceria tetapi saat itu terlihat sekali wajahnya murung.
Renata tahu benar kalau Anin sudah lama mencintai kakaknya, Prasaja, meskipun selama ini tidak pernah diutarakan langsung. Namun Renata merasakan aura cinta Anin kepada pria yang paling dikaguminya.
Bagaimana Renata tahu dan merasakan saat Anin bercakap-cakap dengan kakaknya, terlihat mata gadis itu berbinar penuh rasa cinta.