Mudik, bagiku adalah pulang ke kampung halaman. Mudik, bukan sekedar pulang secara fisik tapi pulang secara jiwa. Pulang ke kampung halaman keabadian.
Mudik adalah bercengkerama bersama para tercinta. Puncaknya bercengkerama dengan bersua dengan Maha Pemilik Cinta.
Mudik tanpa rintangan. Tanpa larangan. Tanpa hambatan. Karena UtusanNya hadir dalam tugas suci untuk melapangkan jalan menuju Rumah Terakhirku. RumahNya.
Teringat doa dari Rasul Allah Pamungkas ketika harus berpisah dari Ramadhan penuh berkah ini.
“Ya Allah. Janganlah Engkau jadikan puasa ini sebagai puasa yang terakhir dalam hidupku.
"Seandainya Engkau menetapkan sebaliknya, maka jadikanlah puasaku ini sebagai puasa yang diRahmati, bukan puasa yang sia-sia.
“Seandainya masih ada padaku dosa yang belum Engkau ampuni atau dosa yang menyebabkan aku disiksa karenanya, sehingga terbitnya fajar malam ini atau sehingga berlalunya bulan ini.
Maka ampunilah semuanya wahai Dzat Yang Paling Pengasih dari semua yang mengasihi.”
“Yaa Allah. Terimalah puasaku dengan se-baik-baik penerimaan, perkenan, kema’afan, kemurahan, pengampunan dan keridhaan-Mu.
"Sehingga Engkau memenangkan aku dengan segala kebaikan, segala anugerah yang Engkau curahkan di bulan ini.