"Sekali lagi Cory, benar-benar aku minta maaf. Tidak bermaksud membawamu kembali pada peristiwa pedih itu."
Aku melihat Cory memandangku tajam. Matanya yang indah itu seakan menembus hati terdalamku. Seakan ingin mengetahui perasaan cinta yang ada di dalamnya. Tiba-tiba aku melihat ada setitik air mata meleleh di kedua pipinya.Â
Aku sangat terharu melihatnya dan memberanikan diri untuk memegang tangannya. Padahal tindakanku itu tidak diperbolehkan oleh aturan kesehatan yang ada. Namun dokter Cory hanya diam ketika tangannya aku pegang malah dia balik memegang erat kedua tanganku seakan ingin berlindung.Â
"Hen andaikan aku bertemu denganmu jauh sebelum ini, " kata Cory tersendat. Kemudian dia melepaskan perlahan genggaman tangannya. Gadis itu berpamitan sambil tetap memandangku seakan sangat berat meninggalkanku. Aku terpaksa harus melepaskannya.Â
Sejak itu sudah tiga hari aku tidak dikunjungi dokter Corona Dewi. Ada rasa kangen. Ada rasa rindu. Ternyata cinta itu semakin tumbuh di dalam hati ini. Hanya dalam sepekan aku benar-benar jatuh cinta kepada dokter Cory.Â
Kemana gerangan dokter Cory seolah menghilang dari muka Bumi ini. Tadinya aku ingin bertanya kepada salah satu perawat tetang keberadaan dokter Cory tapi tidak kulakukan.Â
Hari ini adalah hari ke-14 aku berada di tempat ini. Hari penuh kegembiraan setelah hasil swab test yang kedua keluar dengan hasil negatif. Aku kini sudah tidak terpapar lagi virus corona. Aku sudah diperbolekan pulang dan melakukan karantina mandiri di rumah.Â
Kembali benakku terbayang wajah dokter Cory. Di koridor itu aku berpapasan dengan dokter Alfian yang sempat menyapaku. Tetiba saja aku ingin menanyakan keberadaan dokter Cory.Â
"Dokter Alfian!" Aku memanggilnya dan dokter Alfian berbalik. Aku segera menghampirinya.Â
"Maaf dokter. Saya ingin bertanya tentang dokter Corona Dewi?" Tanyaku. Mendapat pertanyaan ini aku melihat dokter Alfian terheran-heran.Â
"Oh kenal dengan dokter Cory?"Â