Hal ini dari informasi seorang Perawat yang baru saja mengukur kondisi tensi jantungku. Entah kenapa info jomblonya dokter Cory membuat hatiku berbunga. Mungkin karena gagalnya kisah cintaku yang pertama yang membuat aku kembali berharap.
Malam berikutnya dokter Alfian memeriksaku agak terlambat ketika jam sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Namun dokter Alfian memberi kabar bahwa kondisiku semakin terus membaik.Â
Tadinya aku berfikir malam ini dokter Cory tidak melakukan kunjungan kepada pasien. Tetapi ternyata tepat seperti malam kemarin dokter cantik ini hadir di kamarku.Â
Wajahnya yang ramah dengan sapaannya penuh keakraban semakin membuat aku bertambah tertarik kepada sosok dokter cantik ini. Aku bisa merasakan aura kecantikannya dibalik pakaian lengkap APD yang dikenakannya setiap mengunjungiku.Â
Sudah sembilan kali kunjungan telah membuat kami semakin akrab. Hampir tidak ada jarak antara pasien dan dokter. Mungkin hal ini terjadi karena kami masih sama-sama muda dan sama-sama tahu kalau masih sendiri. Â Â
"Semakin membaik Hen. Tensi sudah kembali normal. Tinggal menunggu hasil swab test semoga saja negarif." Kata dokter Cory semakin akrab dengan sapaan langsung menyebut namaku.
"Terima kasih Cory. Tadi juga dokter Alfian mengatakan hal yang sama." Jawabku dengan sapaan akrab.Â
"Ok Hen. Terus berjuang untuk sembuh. Kesembuhan itu berawal dari rasa optimis."
"Saya setuju rasa optimis dapat menyembuhkan bukan saja luka oleh virus corona tapi juga luka-luka lainnya akibat kegagalan cinta." Kataku sedikit sensitif karena kegagalan kisah cintaku. Mendengar ini aku melihat ada rasa gundah dalam wajah dokter Cory.Â
"Maaf Cory. Mungkin kata-kataku tadi membuat kamu tersinggung?" Cepat-cepat aku mengatakan maaf kepadanya.Â
"Tidak apa-apa Hen. Aku hanya teringat kegagalan pernikahanku karena calon suamiku kepergok berselingkuh dengan gadis lain." Suara Cory terdengar pelan tapi bergetar menahan perasaan gundah.