Mohon tunggu...
Henry antacids
Henry antacids Mohon Tunggu... -

simple plan, simple trouble.......... numpang nyimpen puisi-puisi saya ya, just ignore it!!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kita Hanya Stensil Murahan

10 Januari 2011   13:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:45 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1294665825248511046

Aaaahh gerimis,... Rintik air ini selalu kembalikan memori tentang kamu. Tentang drama singkat yang pertemukan kita kemarin-kemarin, dipersimpangan perasaan. Aaaahh galau,... Rasa tak menentu dari relung paling dalam, Dihujam belati  rindu, sugesti bodoh dari dalam tubuhku... Kamu dan kesemrawutan itu begitu cantik. Seperti jakarta di senin pagi, atau jum'at malamnya. Ya benar, jum'at malam saat traffic begitu berdinamika, saat orang berlomba-lomba pulang, di iring hujan yang mengundang genangan. Anjing, parau ku memaki binatang!. Kau tahu... Aku memaki harum nafasmu yang senantiasa tinggal dirongga-rongga kotor hidung. Tak mau hilang saat kubersinkan, bahkan saat ku basuh dengan wudhu. Aku memaki paras, aku memaki nafas. Aku memaki pesona serta keremajaan itu. Kau tahu... Aku menangisiku, aku menangisimu... Aku menangisi kita yang cengeng meratapi ini. Dan lalu, ku baca lagi roman-roman bodoh Shakespeare.. Ku telaah kembali kegilaan Gibran, penyair sinting yang tetap mengagumkan. Sungguh, kita tak sepadan. Karya yang kita tulis, hanya sebatas stensil murahan. Yang dijaja pengasong, tukang TTS dan koran di tahun 1998. Sungguh, sayang... Kisah kita tak sepadan. Kita hanya stensil murahan......!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun