"Hujan cukup deras malam itu, ranting2 pohon pun berjatuhan, dan tibalah di suatu ruang publik yang selalu ramai, di situlah pameran foto kampung yang terlewatkan di gelar"
Oleh : Henry (ryu)
Batavia, 28 Oktober 2010
Kawasan ruang terbuka publik Triwindujenar menjadi saksi digelarnya Pameran Fotografi, Jumat malam (15/10) di pelataran muka pasar Ngarsopuro. Foto-foto di pasang dengan instalasi yang cukup apik dan ornamen-ornamen unik di sekelilingnya. Ini menjadikan suasana triwindujenar yang sudah unik menjadi lebih unik. Foto yang dipamerkan malam itu mengenai kampung yang terlewatkan karya mahasiswa komunitas fotografi arsitektur (KFA) UNS. "Pameran ini rutin diselenggarakan oleh KFA tahun sekali, hanya saja untuk pameran kali ini kita pilih di lokasi ini, dan karya ini adalah kumpulan dari tahun sebelumnya yang sempat tertunda untuk di pamerkan, ujar Adina salah satu panitia. Untuk pameran foto ini berlangsung selama 5 hari (15 - 19/10). Pembukaan acara pameran ini sempat tertunda akibat hujan turun cukup lama. Instalasi foto-foto yang sudah di persiapkan di halaman pasar antik triwindujenar menjadi agak kurang maksimal akibat hujan. Panitia awalnya sudah berencana untuk menggunakan tenda/atap akan tetapi tidak memperoleh ijin. "tadinya sudah direncanakan memasang tenda, namun dari pemkot tidak boleh, jadi kami memutuskan untuk tidak menggunakan tenda. Lampu penerang yang di desain di depan foto tidak menyala. Namun, kondisi ini tidak mengurangi antuasias peserta untuk menyaksikan foto-foto yang sudah terpajang. Mereka memperhatikan satu demi satu foto-foto itu.
"Mereka berhasil menunjukkan bahwa di balik pesatnya kemajuan kota, ternyata masih ada juga kampung yang terlewatkan. Permukiman yang masih tertinggal dan kurang layak. Bangunan yang didirikan pun seadanya dengan sarana dan prasarana yang masih minim"
Foto-foto mengenai kampung yang terlewatkan merupakan representasi dari keadaan permukiman kota Solo. Penggunjung bisa melihat foto permukiman kampung batik laweyan dan kampung batik kauman Solo. Karya Foto Adit, salah satu mahasiswa Arsitektur UNS yang karyanya ikut di pamerkan menampilkan kampung laweyan dan kauman. Di Foto itu terlihat jelas sekali plakat nama salah satu kampung batik berikut dengan aktifitas warga yang sedang membatik. Adit mengatakan bahwa karya foto yang berhasil lolos seleksi dan di pamerkan saat ini kurang lebih berjumlah 4 buah. Begitu juga dengan Adina, salah satu panitia yang karyanya berhasil ikut pameran berjumlah 1 buah. Foto yang berhasil ia bidik yaitu menggambarkan sebuah permukiman padat dengan aktifitas masyarakatnya berikut pesan kebersihan lingkungan yang tertempel di salah satu tembok rumah warga. Mereka berhasil menunjukkan bahwa di balik pesatnya kemajuan kota, ternyata masih ada juga kampung yang terlewatkan. Permukiman yang masih tertinggal dan kurang layak. Bangunan yang didirikan pun seadanya dengan sarana dan prasarana yang masih minim.
Tata Kampung
Kondisi perkampungan yang berada di pinggiran kota sering kali terlewatkan dari perhatian pemerintah. Hal ini seperti yang tergambar oleh hasil bidikan lensa teman-teman komunitas fotografi arsitektur UNS. Permukiman dengan kondisi bangunan yang semi permanen dengan jarak antar bangunan lainnya berdekatan. Kedekatan jarak antar bangunan di perparah lagi dengan kondisi infrastruktur jalan yang tidak terarah. Jalan cenderung mengikuti keberadaan bangunan, sehingga tak jarang kita menemui jalan-jalan sempit dan berkelok-kelok. Biasanya untuk permukiman ini berada di daerah sempadan sungai dan bahkan rel kereta api. Keadaan ini tentunya tidak seharusnya terjadi, karena wilayah sempadan harusnya terbebas dari hunian. Namun, seperti inilah yang terjadi di lapangan, banyak permukiman yang berjubel saling berbaris yang tak rapi.
Permukiman teratur/bersih/indah/enak di pandang, sesuai dengan tata ruang kota saat ini masih jauh dari harapan. Kesemrawutan permukiman yang kian menjadi adalah bukti dari ketidakberesan. Keberadaan mereka terkesan dibiarkan saja, tidak ada upaya perbaikan sama sekali. Hal ini perlu upaya percepatan untuk menata permukiman dengan cara yang benar, tepat dan berkelanjutan. Dalam Mulyono (2008) mengenai manajemen kota dan wilayah menekankan mengenai manajemen permukiman yang dibedakan menjadi 2 yaitu permukiman lama dan permukiman baru. Untuk upaya penataan kampung/permukiman lama yaitu dengan program konsolidasi tanah (pengaturan antara ruang pemanfaatan/permukiman dan ruang publik/jalan/taman), program perbaikan kampung dan pembangunan rumah susun. Upaya penataan kampung diyakini terkendala masalah non teknis namun semua bisa lakukan apabila adanya keterbukaan dan partisipasi masyarakat. Tentunya jika semua menghayati pentingnya tata permukiman akan berjalan dengan mudah dan mencapai sasaran. Sementara itu, untuk penataan permukiman baru terbilang lebih mudah dibandingkan dengan menata permukiman yang sudah lama. Hanya butuh ketegasan dan komitment dari pihak berwenang agar permukiman baru itu bisa sesuai dengan aturan tata ruang kota atau tidak asal-asalan. Dengan demikian kita bisa melihat realitas kota beserta isinya yang ramah, indah, rapih, tertata dan berkelanjutan. Oleh karena itu, Kota yang sebenar-benarnya adalah kota yang peduli pada penataan permukiman yang sesuai dengan tata ruang kota. Semoga Kota Solo bisa mewujudkannya.
"Untuk upaya penataan kampung/permukiman lama yaitu dengan program konsolidasi tanah (pengaturan antara ruang pemanfaatan/permukiman dan ruang publik/jalan/taman), program perbaikan kampung dan pembangunan rumah susun"