Menindaklanjuti tulisan saya terdahulu bagaimana pembanguan perumahan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dengan rusaknya beberapa sumberdaya tanah akibat serapan air tanah dan pembuangan air limbah kebutuhan rumah tangga yang sangat besar. limbah sampah yang dibuang warga jakarta sebesar 7.147 Ton/hari (http://news.liputan6.com/read/2369323/ibu-kota-tertampar-sampah). itu baru hanya limbah sampah padatnya saja, belum termasuk limbah cair yang masuk kesaluran kota dan air tanah.
Latar belakang masalah
Dengan jumlah penduduk jakarta yang saat ini mencapai 10 juta jiwa atau tepatnya data statistik 2011 sebesar 10.187.589 jiwa yang menetap di 5 Kotamadya jakarta (jakarta barat, timur, utara, pusat, selatan dan kepulaaun seribu) bisa dikatakan bahwa jakarta merupakan kota yang memiliki kepadatan penduduknya terbesar di asia selain kalkuta ( tanggapan dr bung zulkilfli)  yaitu mencapai 15.381 orang/kilometer persegi. Yang artinya setiap 1 kilometerpersegi kita bisa bertemu dengan 15 ribu orang. sehingga masalah di jakarta cukup komplek dengan tingkat kependudukan yang sangat padat.
 Maka tidaklah heran jika dengan kepadatan yang sudah mencapai titik jenuh timbulah perkampungan-perkampungan kumuh yang tidak memadahi untuk kota metropolitan seperti Jakarta. Maka tingkat kebutuhan hunian menjadi sangat diperlukan, dengan lahan yang semakin sedikit dan kebutuhan hunian mengakibatkan nilai kenaikan lahan hunian jauh di atas rata-rata. untuk daerah jakarta pusat saja, harga tanah permeter perseginya sudah mencapai 25 juta. sehingga untuk kalangan menengah harga tanah tersebut tidak terbeli, sehingga mereka menempati lokasi-lokasi lahan milik pemerintah, pinggir sungai, area terbuka hijau, kolong jalan tol dll untuk menjadi lokasi hunian.
Jakarta masih merupakan magnet bagi para penduduk luar jakarta untuk mencari pekerjaan, peruntungan dan kehidupan yang layak. sekalipun terkadang sulit menemukan tempat tinggal yang memadai dan dianggap layak untuk menjadi hunian sejahtera. Langkah Jokowi saat masih menjabat sebagai Gubenur DKI Jakarta dengan membangun kampung deret di beberapa tempat seperti di kampung nelayan cilincing, kampung pulo hanya merupakan kepedulian Jokowi terhadap warga Jakarta yang tidak memiliki rumah tinggal yang layak (http://megapolitan.kompas.com/read/2013/05/25/14591352/Bersama.Membangun.Kampung.Deret.Impian.Jokowi)
Data Wilayah Jakarta
Menurut website resminya jakarta (www.Jakarta.Go.id) luas wilayah jakarta adalah 660,82 Km2 yang 78% nya merupakan lokasi pemukiman penduduk Yaitu sebesar 517.25 KM2 dan 15% untuk perkantoran yaitu seluas 98.45 KM2. Sisanya 6.2% yaitu seluas 40.98 KM2 digunakan sebagai jalan dan hanya 0.65% yaitu seluas 4.3 KM2 dimanfaatkan untuk hutan kota dan taman kota.
Bisa kita bayangkan area resapan yang dimiliki kota jakarta untuk air hujan dan polusi hanya dibawah 1% sementara angka ideal yang harus dimiliki sebuah kota adalah 30%. Itupun luas hutan yang tersisa terbanyak dikepulauan seribu yang jauh dari pusat kota jakarta. Bagaimana Ibukota Negara seperti Jakarta dapat bertahan dari hempasan limbah sampah dan pencurian air tanah yang semakin sulit di kontrol dan tak terkendali. Jakarta jauh dari  kata ideal untuk sebuah standard kota sehat dimana pencemaran lingkungan baik udara, air semakin mencekek daya dukung alam di jakarta, dengan luas hutan hanya sebesar 4.3 km saja, sehingga bisa di gambarkan 2 orang penduduk jakarta hanya memiliki 1m2 tanah hutan untuk kebutuhan udara bebas polusi dan tanah tanpa air.
Besar beban yang harus ditanggung oleh daya dukung tanah jakarta dengan kebutuhan air bersih, kebutuhan udara bersih dan lain sebagainya untuk dapat hidup sehat dan nyaman di kota jakarta. Tidaklah heran dengan tingkat kepadatan yang demikian tingginya sering terjadinya kemacetan dan kesenjangan sosial yang cukup tinggi.
Tingkat Kebutuhan Pemukiman
Dari data yang didapat dari Bappenas di peroleh data primer luas wilayah jakarta 662.22 KM2 dengan penduduk 10 juta jiwa maka angka hunian yang harusnya ideal menurut kalkulasi penulis adalah seluas 537.94 KM2 untuk pemukiman standard dan 134.49 KM2 untuk pemukiman sederhana. Maka secara keseluruhan angka kebutuhan pemukiman (rumah tinggal) sebesar 672.43 KM2 yang melebihi luas kota jakarta yaitu 662.22 KM2. Artinya tingkat kepadatan jakarta jauh melebihi luas area yang bisa dimanfaatkan sebagai pemukiman. Maka jika seluruh area lahan di kota jakarta dimanfaatkan untuk pemukiman ideal saja tanpa dipikirkan untuk wilayah jalan, dan perkantoran lahan jakarta masih sangat kurang 10.21 KM2.