[caption id="attachment_21822" align="alignleft" width="300" caption="Pemandangan ke Danau Toba dari titik "Pemandangan Indah" Simarjarunjung. (Foto HS)."][/caption] Simarjarunjung adalah nama sebuah gunung di dekat kampung saya. Kampung saya bernama Urung Panei. Jaraknya ke Simarjarunjung sekitar 3 km, jadi bisa berjalan kaki atau naik sepeda motor ke sana. Jalanan menanjak kalau kita berangkat dari arah Urung Panei ke Simarjarunjung dan sebaliknya. Waktu saya kecil, saya dan teman-teman saya biasa melihat bis-bis besar yang membawa para turis manca negara. Kalau kami berada di dekat jalan raya, para turis itu suka melambai-lambaikan tangan pada kami. Kami juga senang membalas lambaian tangan mereka. Ada kalanya mereka berhenti di jembatan dekat sungai tak jauh dari rumah kami. Mereka senang memotret. Kami sebagian masih ingusan. Kami tidak mengerti apa yang dikatakan oleh para turis itu. Yang lebih lucu lagi, ada teman saya yang setiap kali harus bersembunyi ketakutan; dia lari ke bawah jembatan karena dia takut dibawa para turis itu. Ini terutama kalau turis itu berhenti dan menumpangi bis ukuran kecil. Para turis itu suka memberikan permen warna-warni pada kami. Kalau tidak ada permen, mereka juga mau memberikan pena. Itu membuat kami sangat gembira. [caption id="attachment_21823" align="alignleft" width="300" caption="Pemandangan ke arah Danau Toba dari halaman Restoran Siantar Hotel di Simajarunjung. (Foto HS)"][/caption] Sayang, sekarang ini tidak banyak lagi turis yang lewat melintas dari Urung Panei. Dulu, mereka biasa melintas lewat kampung saya termasuk naik sepeda. Mereka biasa datang dari arah Brastagi menuju Parapat, Danau Toba. Jalan raya di kampung saya merupakan jalan-lintas bagi para turis. Sampai sekarang begitu, hanya saja, jumlah turis sudah jauh merosot dibanding ketika saya masih kecil.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H