Lanjutan dari: Pengalaman dari Pantai Cermin
Di jalan itu, kami berpapasan dengan seorang ayah berpeci dan bersarung. Nampaknya bapak ini seorang haji.
Bapak ini bertanya, “Kalian mau ke mana?”
“Mau ke simpang balik ke Medan Pak.”
“Kok baru pulang gelap-gelap begini?”
Kami menjelaskan bahwa ada seorang bapak yang punya warung makan di persimpangan menuju Pantai Cermin di Lubuk Pakam yang sudah berjanji hendak menjemput kami pukul 17:00 wib tetapi sudah hampir pukul 19:00 wib bapak itu belum datang juga, hanya meminta kami menunggu dan menunggu. Katanya dia sedang sibuk mengantarkan penumpang.
Kami sendiri mulai gelisah karena hari semakin gelap. Kami berpikir, apakah bapak itu dapat kami percaya begitu saja? Lagipula, kami berdua perempuan. Kami pikir tidaklah aman bagi kami menunggu sampai malam di pantai itu apalagi kami tidak bisa menjamin apakah bapak itu tidak macam-macam karena kami toh hanya mengenalnya hari itu saja. Kami berusaha berpikir positif tapi juga berhati-hati.
Kami bertanya pada pak haji yang kami temui di jalan kira-kira masih adakah beca yang akan lewat di jalan? Bapak itu bilang, “Coba sajalah, mungkin masih ada. Kalian kan orang Batak, pasti kalian beranilah.”
Kami lalu meneruskan berjalan kami dengan langkah lebih cepat disertai rasa takut.
Kami bersepakat untuk mengambil dua buah batu yang bentuknya mirip batu penggilingan cabe. Kami berdua mengambil dua buah batu. Kami masukkan ke dalam tas kami masing-masing.
Dalam rencana kami, batu ini berfungsi untuk berjaga-jaga siapa tahu akan terjadi sesuatu yang tidak kami inginkan di jalan. Kami masih berharap bahwa bapak yang berjanji menjemput kami itu mungkin masih datang. Kalau terjadi sesuatu di jalan yang mengancam keselamatan kami, maka kami akan mengambil batu itu dan menokokkannnya ke kepala orang yang mengancam keselamatan kami.
Melewati perumahan penduduk, kiri kanan jalan sepi; hanya ada pohon-pohon sawit yang tinggi. Dalam perjalanan ke Pantai Cermin, bapak yang mengantar kami sempat menceritakan bahwa di tempat sepi itu, pernah terjadi tabrakan di mana yang tabrakan itu meninggal di tempat. Itu sebab banyak penarik beca takut melewati tempat itu kalau hari sudah gelap.
Kami berjalan terus. Rumah-rumah penduduk semakin jarang. (bersambung besok)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI