Mohon tunggu...
Henriwani Sihaloho
Henriwani Sihaloho Mohon Tunggu... -

:)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Nanti Kucari Kalian ke Medan ya!

17 November 2009   20:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:18 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Sambungan dari: Pengalaman dari Pantai Cermin dan Kalian Kan Orang Batak, Pasti Kalian Beranilah

Di sebuah pertigaan, kami mendengar deru mesin beca yang datang dari arah depan kami. Kami langsung menghentikan beca itu dan bertanya apakah bapak itu bersedia mengantarkan kami ke Lubuk Pakam. Kami pun langsung sepakat dengan harga yang ditentukan oleh yang punya beca. Syukur masih ada beca itu.

Eh, setelah sekitar sepuluh menit kami naik beca, kami melihat dari arah depan kami, bapak yang mengantarkan kami ke Pantai Cermin datang. Kami berpapasan. Bapak itu tidak tahu kalau kami sudah berada di atas beca yang lain. Kami berdua berusaha merunduk; kami tidak memberitahukan apa yang terjadi kepada bapak yang sedang membawa kami di becaknya.

Sebelum kami sampai di persimpangan di Lubuk Pakam, bapak yang mengantarkan kami ke pantai hari itu menelpon tetapi kami memutuskan tidak usah mengangkatnya. Kami jengkel karena kami harus menunggu lama. Kami juga menjadi kuatir dan takut karena hari sudah malam. Bapak itu tidak hanya menelpon tapi juga mengirimkan sms yang juga kami tidak balas.

Begitu kami turun dari becak, kami cepat-cepat menyeberang jalan raya untuk mencari angkutan ke Medan setelah kami membeli gorengan dan mengeluarkan batu yang ada di dalam tas kami. Batu itu berat.

Untung angkutan ke Medan segera tiba. Kami langsung naik. Lalu kami membalas sms bapak itu. Kami bilang bahwa kami sudah sampai di simpang. Kami pura-pura tak tahu bahwa bapak itu datang menjemput. Kami bilang kami jalan kaki sampai setengah jalan lalu naik beca yang kebetulan lewat karena bapak itu tidak menepati janji sementara hari sudah semakin gelap.

Bapak itu nggak mengerti kalau kami merasa kuatir dan takut karena harus menunggu sampai lama. Bapak itu bilang di smsnya: “Kalian bohong ya. Kalian naiki beca yang lain. Capek bapak datang jemput kalian tapi kalian tidak ada. Lain kali nggak boleh kayak kalian itu ya. Kalian bohongi uwak.”

Kami balas sms bapak itu; kami minta maaf.

Eh, bapak itu kayaknya nggak bisa terima walaupun kami sudah minta maaf. Dibalasnya lagi sms kami: “Nanti kucari kalian ke Medan ya! Awas kalian ya! Uwak tahu Medan ya!”

Wah, kami jadi takut, jangan-jangan bapak itu serius dan datang mencari kami ke Medan. Kebetulan nomor hand phone saya pula yang kami berikan sama bapak itu. Saya mematikan hand phone saya supaya tidak ditelepon-telepon dan di-sms lagi. Untunglah, nomor yang saya berikan itu adalah nomor yang baru saya beli.

Begitu saya aktifkan lagi nomor itu keesokan harinya, eh, masih ada sms dari bapak itu yang nadanya menakuti-nakuti kami. Saya tidak membalas dan tidak lagi mengaktifkan nomor hand phone saya itu.

Saya memberitahukan kepada Rama bahwa bapak itu masih mengirimkan sms. Saya yang lebih takut soalnya nomor hand phone saya yang ada sama bapak itu. Rama mengatakan agar saya tidak perlu membalas sms dari bapak itu lagi. Saya pun memutuskan untuk tidak mempergunakan kartu saya itu lagi.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun