Mohon tunggu...
Henri Nurcahyo
Henri Nurcahyo Mohon Tunggu... -

Menulis apa saja, sepanjang memungkinkan. Lebih lengkap tentang saya, sila klik: http://henrinurcahyo.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menggerakkan Cinta Budaya Melalui Komunitas Pegiat Kebangsaan

31 Oktober 2013   11:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:47 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13831931211719129745

Oleh Henri Nurcahyo ABSTRAK Masa depan negeri ini ada di pundak pemuda. Mereka adalah generasi pewaris zaman yang bakal meneruskan keberlanjutan bangsa ini. Karena itu generasi muda harus mendapatkan pemahaman yang benar mengenai apa dan bagaimana kebudayaan Indonesia agar semakin mencintai bangsanya. Mereka perlu diberi bekal yang benar dan cukup untuk menghadapi westernisasi dan globalisasi yang bisa melindas kebudayaan negeri sendiri. Bahwasanya urusan kebudayaan bukan hanya menjadi tanggungjawab kalangan budayawan dan intelektual belaka, tetapi justru para pemuda itulah yang harus mendapatkan kesempatan dan berperan aktif untuk ikut serta mengawal perjalanan masa depan Indonesia. Salah satu implementasi semangat tersebut di atas terwujud dalam sebuah wadah yang bernama Komunitas Pegiat Kebangsaan (KPK). KPK adalah sebuah jaringan anak-anak muda di Jawa Timur, khususnya siswa SMA/SMA/MA, yang memiliki minat tinggi belajar dan memberikan kontribusi bagi bangsa ini. Mereka bukan hanya pasif mendengarkan ceramah, namun ikut bergerak dalam aktivitas cinta budaya dan kebangsaan. Melalui KPK mereka belajar mengenal dengan baik persoalan budaya dan kebangsaan ini secara lebih kongkrit, bukan hanya belajar dari buku. Mereka juga menggerakkan anak-anak muda lain dan masyarakat umum untuk membangkitkan semangat cinta kepahlawanan dan kebudayaan melalui kegiatan yang kreatif dan inovatif. Mereka memiliki pandangan tersendiri bagaimana memahami, menyelamatkan dan mengantarkan kebudayaan bangsa ini menjadi lebih baik di masa mendatang. Suara mereka harus didengarkan dan dipertimbangkan, karena merekalah yang sesungguhnya menjadi pelaku aktif sekaligus bakal menanggung akibatnya terhadap wujud kebudayaan bangsa ini di masa mendatang. KPK hanya ada di Jawa Timur, dan bukan tidak mungkin akan menjadi percontohan untuk memperluas jaringan yang serupa di Indonesia. PENDAHULUAN Komunitas Pegiat Kebangsaan (KPK) adalah wadah anak-anak muda Jawa Timur, khususnya pelajar SMA/SMK/MA, dan lebih khusus lagi adalah para pengurus OSIS. Meski bukan sebuah organisasi formal, namun jejaring diantara mereka dilakukan sedemikian rupa dalam berbagai kegiatan yang dikoordinasi oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Sarana komunikasi diantara mereka, sampai saat ini, hanyalah grup Facebook (FB). Disamping itu, juga bertemu dalam beberapa kali pertemuan yang difasilitasi oleh Dinas Pendidikan (Dispendik) Provinsi Jawa Timur. Keanggotaan KPK tersebar di 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, yang dikoordinasi lagi di 4 (empat) Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil), yaitu Bakorwil Pamekasan, Bakorwil Bojonegoro, Bakorwil Madiun dan Bakorwil Malang. Sedangkan Bakorwil Pamekasan terdiri dari kota-kota: Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Bakorwil Bojonegoro meliputi kabupaten Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Kota Mojokerto, Kab. Mojokerto, Jombang, Kota Kediri, Kab. Kediri.Sementara Bakorwil Madiun terdiri dari Kota Madiun, Kab. Madiun, Pacitan, Ponorogo, Magetan, Ngawi, Nganjuk, Trenggalek, Tulungagung, Kota Blitar, Kab. Blitar. Sedangkan yang termasuk Bakorwil Malang adalah Kota Malang, Kab. Malang, Kota Batu, Kota Probolinggo, Kab. Probolinggo, Kota Pasuruan, Kab. Pasuruan, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, Jember, Banyuwangi. Proses rekrutmen anggota pada awalnya dimulai dari surat yang dikirim oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jatim kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di seluruh Jawa Timur. Setiap daerah diminta mengirim 50 orang pengurus OSIS sebagai KPK yang dibagi perwilker (dulu namanya Karesidenan). Memang tidak semua pengurus OSIS yang bisa ikut menjadi anggota KPK. Hanya Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris OSIS yang berhak mendaftarkan diri. Itupun masih diseleksi lagi oleh Dinas Pendidikan Kota atau Kabupaten setempat berdasarkan kuota yang ditetapkan. Tentu saja bisa jadi tidak semua pengurus (Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris) di satu kota dapat terekrut semuanya. Penetapan kuota ini hanya semata-mata urusan teknis, sebab ke depan akan mencakup semua pengurus OSIS di setiap kota. Bahkan sudah ada pemikiran bukan hanya pengurus OSIS saja yang dapat mengikuti acara KPK ini. Namun dalam prakteknya kemudian, untuk bisa mengikuti sebuah acara pendaftaran dibuka bebas melalui pengumuman di grup Facebook. Sampai saat ini sudah 2000 (dua ribu) siswa yang berhasil direkrut menjadi anggota KPK, yang terdiri dari 1500 siswa pada tahun 2013, dan 500 siswa direkrut tahun 2012.Bulan Oktober – November tahun 2013 ini akan direkrut lagi sebanyak 1000 (seribu) pengurus OSIS sebagai anggota KPK angkatan baru. PERJALANAN MENUJU KPK Pada mulanya KPK terbentuk dari pengembangan aktivitas peringatan Hari Pahlawan tahun 2009. Tema peringatan tersebut adalah “Soerabaia Joeang” (Surabaya Juang) yang sekaligus menjadi nama penyelenggaranya, yaitu Komunitas Soerabaia Joeang (KSJ). Komunitas Surabaya Juang adalah sebuah gabungan pemuda, pelajar dan aktivitas kesenian yang bergerak dibidang kerja sosial dan relawan dalam rangka menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan dan kepahlawan guna menguatkan karakter generasi Indonesia yang berkepribadian luhur.Pendiri Komunitas Surabaya Juang terdiri dari: Heri Lentho, Henri Nurcahyo, Suko Widodo , Errol Jonathan,Sawung Jabo, Ervina (Surabaya) Bambang Sutejo, Slamet Raharjo, Nano & Ratna Riantiarno, Sari Majid, Alex Komang, Cornelia Agatha, Inggrid Wijanarko(Jakarta), Mustofa Bisri(Rembang), Slamet Gundono(Surakarta), Bahar Merdu, Asia Ramli, Basri B. Sila (Makassar). Meskipun “hanya” suatu seremonial memperingati Hari Pahlawan, namun satu hal yang penting dalam hal ini adalah bagaimana memaknai peringatan Hari Pahlawan dengan pendekatan sebagai “gerakan kebudayaan” dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan Nilai-Nilai Kepahlawanan dan Kebangsaan. Hal ini antara lain kemudian diterjemahkan dalam beberapa program misalnya: Gerakan Berpakaian Seragam Pejuang, bagi PNS & Siswa seluruh Kota Surabaya; Mengheningkan 1 menit pada pukul 10.00 WIB seluruh warga Kota Surabaya; Parade Surabaya Juang yang diikuti oleh seluruh komponen Kota Surabaya dan Pemutaran lagu Perjuangan di hotel, mall dan seluruh perkantoran.Agar menarik kalangan muda, sekaligus punya gaung publikasi maka melibatkan figur populer ikut membacakan puisi. Misalnya saja artis cantik Cornelia Agatha, Ine Febriyantie dan mantan Menpora Adhyaksa Dault. Tahun 2010, penyelenggaraan Soerabaia Joeang dilakukan dengan cara sinergi dengan panitia Festival Seni Surabaya (FSS). Misalnya saja, menggelar Teater Publik di beberapa ruang publik (Taman Bungkul, Taman Mundu, Royal Plaza, Terminal Bungurasih dan Terminal Bratang), Pameran foto Komando Jihad di Museum NU, Pengecatan mural dan graffiti di beberapa bangunan kota, Pemutaran film perjuangan di beberapa sekolah, Pameran foto perjuangan di media billboard di beberapa sudut kota, Kerjabakti massal di monumen kepahlawanan, Lomba Kidung Jula-juli kepahlawanan, Malam renungan 10 November di Taman Makam Pahlawan, Upacara Hari Pahlawan, Surabaya Hening, 10 November, jam 10.00, selama 1 menit, Surabaya Jeep Carnival. Juga mewajibkan sekolah-sekolah untuk memperdengarkan lagu-lagu perjuangan tiap pagi selama seminggu. Pada Hari Pahlawan, para pegawai pemerintah berbusana pahlawan, juga pegawai swasta di hotel-hotel, restoran dan plaza. Peringatan Hari Pahlawan 2012 dilakukan dengan menggelar Sekolah Kebangsaan, berlangsung sejak 1-9 November 2012. Para pelajar mengadakan kunjungan ke tempat-tempat bersejarah dan mendapatkan pencerahan dari narasumber, yaitu: Rumah HOS Tjokroaminoto, rumah kelahiran Bung Karno, rumah WR Supratman (menyanyikan “Indonesia Raya” di depan makamnya), SMP Negeri 3 Surabaya, Kantor PC NU, rumah Roeslan Abdulgani, dan kantor pos Kebon Rojo. Mengapa gedung sekolah SMPN 3 perlu dikunjungi? Sekolah yang berada di Jalan Praban Surabaya itu ternyata memiliki kandungan sejarah terkait dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan negeri ini. Setidaknya ada tiga catatan bersejarah terkait dengan sekolah ini. Pertama, SMPN Praban merupakan SLTP/MULO tertua/pertama di wilayah Indonesia bagian Timur yang telah banyak menghasilkan tokoh-tokoh yang berbobot dan berjasa bagi bangsa Indonesia. Kedua, pernah dipakai sebagai Markas TKR Pelajar Staf III yang tidak kecil perannya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di kota Surabaya khususnya. Dan ketiga, meskipun Gedungnya sudah tua/kuno, tetapi tetap kokoh dan merupakan mata rantai dalam perkembangan sejarah arsitektur abad ke 19. Sedangkan relevansi melakukan kunjungan ke kantor sekretariat Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) adalah karena gedung tua yang berada di Jalan Pahlawan nomer 9 atau kampung Bubutan VI/2 Surabaya ini memiliki sejarah tersendiri terkait dengan kepahlawanan. Di sinilah pernah dicanangkan oleh para ulama tanggal 22 Oktober 1945 apa yang disebut dengan "resolusi jihad" yang menjadi pemicu semangat Arek-Arek Suroboyo mengganyang penjajah dalam Pertempuran 10 November 1945. Di dalam gedung tua itu tersimpan 20-an foto bersejarah terkait Hari Pahlawan, termasuk foto dari bunyi Resolusi Jihad itu yang "dijepret" sejumlah pengelola monumen nasional itu dari naskah asli Resolusi Jihad yang tersimpan di Museum Leiden, Belanda. "Hari Pahlawan itu bersumber dari Resolusi Jihad yang digagas para ulama atas permintaan Bung Tomo yang sering main-main ke Sekretariat PCNU," ucap Ketua PCNU Surabaya KHA Saiful Chalim saat bercerita tentang gedung monumen itu. Resolusi Jihad yang difatwakan para ulama itu intinya ada tiga fatwa yakni fatwa hukum melawan penjajah adalah fardhu ain (kewajiban pribadi), tewas melawan penjajah adalah mati syahid, dan mereka yang memecah belah persatuan itu wajib dibunuh. Disamping itu, ternyata gedung yang semula milik seorang pengusaha asal Gresik itu sempat menjadi Kantor PBNU pertama, sebelum akhirnya pindah ke Jakarta. Bagaimanapun, NU itu ikut mendirikan Indonesia, karena itu wajar ketika Belanda hendak menjajah kembali Indonesia dengan mendompleng sekutu, maka ulama NU menyerukan perang jihad. Kunjungan ke kantor sekretariat PC NU dan SMP Praban itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kedua gedung tersebut adalah juga layak dijadikan objek-objek kepahlawanan. Bukan hanya objek-objek yang selama ini sudah populer. Bukan tidak mungkin masih banyak lagi objek-objek serupa yang juga layak dijadikan objek kunjungan wisata kepahlawanan. Dan satu hal lagi, kedua objek wisata sejarah tersebut tidak mengedepankan adanya tokoh tertentu sebagaimana rumah HOS Tjokroaminoto, rumah kelahiran Bung Karno dan lain-lain, melainkan memiliki perspektif kepahlawanan yang berbeda, yaitu adanya peristiwa penting yang sangat bersejarah di tempat tersebut. Acara yang sama namun dengan materi yang berkembang kemudian berulang lagi pada tahun 2010, 2011 dan 2012. Keterlibatan anak-anak muda semakin banyak, bahkan bukan hanya para mahasiswa saja yang bersedia menjadi relawan namun sudah merambah ke kalangan siswa. Bahkan belakangan justru anak-anak pelajar itu yang semakin besar peranannya sebagai panitia pelaksana. Melihat besarnya minat dan antusiasme kalangan pelajar itulah maka terbersit kesan bahwa mereka sangat membutuhkan aktivitas yang bermuatan kebangsaan. Sepertinya anak-anak muda itu membutuhkan wahana untuk dapat mengekspresikan diri untuk mencintai bangsanya. Semangat mereka sudah membara untuk dapat melakukan sesuatu demi bangsa ini sebagaimana yang sudah pernah dilakukan para pejuang republik ini. Dan acara semacam Soerabaia Joeang ini agaknya tidak cukup memuaskan hasrat mereka. Maka Komunitas Surabaya Juang menawarkan gagasan kerjasama kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur untuk melakukan program pendidikan karakter berbasis pada nilai kebangsaan dan kepahlawanan terhadap anak-anak muda, khususnya pelajar SMA/SMK/MA. Program tersebut merupakan agenda pendidikan nasional untuk membangun karakter bangsa. Dimana yang menjadi sasaran utama dari program ini adalah anak-anak negeri yang masih duduk di bangku sekolah, terutama SMA sederajat. Gagasan itu terwujud dalam acara yang pertama kali diselenggarakan, yaitu tanggal 21 November 2012. Program pertama bukan berawal dari Surabaya, justru dimulai dari kawasan Wilker Madiun yang melingkupi 11 kota yaitu Kota Madiun, Kab. Madiun, Pacitan, Ponorogo, Magetan, Ngawi, Nganjuk, Trenggalek, Tulungagung, Kota Blitar, Kab. Blitar. Acara yang serupa kemudian diselenggarakan di Wilker Bojonegoro, Pamekasan dan Malang serta puncaknya di Surabaya, sekaligus memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun 2013. Acara di Hotel Utami, Juanda, 23 Mei 2013 itu, diikuti oleh 2000 (dua ribu) siswa SMA/SMK/MA di Jatim sekaligus merupakan Deklarasi KPK. Mereka beriktikad untuk menanamkan kecintaan terhadap negeri yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Dalam beberapa kali pertemuan itu, Dispendik Jatim mendatangkan narasumber dari kalangan akademisi maupun tokoh masyarakat yang menyampaikan berbagai macam materi. Diantaranya, masalah kebangsaan, sosial, kebudayaan, lingkungan hidup dan lain-lain. Dari berbagai pertemuan itu dapat terlihat dengan gamblang, bahwa mereka adalah anak-anak muda yang kritis, haus pengetahuan, dan memiliki semangat tinggi untuk berbuat sesuatu demi bangsanya. Bagi mereka, menjadi anggota KPK adalah sebuah kebanggaan tidak terkira, mereka menganggap dirinya adalah anak muda pilihan yang sedang mengemban amanat untuk menyelamatkan masa depan negeri ini. Dalam Deklarasi Komunitas Pegiat Kebangsaan, pada intinya berbunyi: “Bertekad menjunjung tinggi semangat kebangsaan dengan menjaga, melestarikan, nilai-nilai budaya dan budi pekerti luhur berbangsa demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepala Dispendik Jatim, Harun, menegaskan acara yang diselenggarakan secara maraton di tiap-tiap daerah di Jatim ini bertujuan untuk membentuk karakter siswa. Sebab menempuh studi di bangku sekolah bukan melulu mementingkan aspek kepandaian, melainkan juga perlu diimbangi dengan karakter yang baik. Karena itu yang menjadi sasaran utama adalah ketua OSIS supaya nanti mereka yang ikut program ini bisa menularkan kepada teman-temannya yang lain. Harun berharap, penanaman pendidikan karakter dapat membentuk jiwa besar dan penuh tanggung jawab pada masing-masing pribadi siswa. Program penanaman karakter merupakan garapan pemerintah yang butuh respon positif dari semua pihak, termasuk siswa yang menjadi bidikan program tersebut. Pemerintah bertanggung jawab untuk menseimbangkan otak kiri dan kanan siswa. Selain untuk sinergitas kinerja otak yang akan bermanfaat bagi kecerdasan siswa, juga untuk membawa Jatim sebagai provinsi percontohan dalam bidang pendidikan. Pihak pemerintah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi Jatim, nampaknya senang dengan adanya KPK ini, karena dapat melakukan pembinaan kepada siswa dengan cara-cara yang kreatif dan disukai oleh anak-anak muda. Dispendik Jatim memberikan fasilitas berupa pelayanan administrasi, akomodasi, konbsumsi, transportasi dan pendanaan, sedangkan desain acara dilakukan oleh Komunitas Soerabaia Joeang. Mengapa pendidikan kebangsaan ini diperlukan? Ketika menjadi narasumber sarasehan KPK Dwi Cahyono, arkeolog yang juga staf pengajar di Universitas Negeri Malang mengatakan, bahwa pendidikan kebangsaan adalah salah satu wahana untuk penguatan jiwa kebangsaan. Termasuk di dalamnya adalah sejarah kebangsaan dan sejarah keindonesiaan. Jiwa dan rasa kebangsaan adalah jiwa yang hidup, bukan jiwa yang mati, bersifat dinamis. Karena itu jiwa kebangsaan menjadi menguat ketika terjadi revolusi atau menghadapi kolonialisme, mempertahankan kemerdekaan sekitar tahun 1945-1948. Tetapi ada kalanya jiwa kebangsaan itu melemah, ini yang perlu disadari, karena jiwa kebangsaan itu jiwa yang hidup, sehingga tergantung bagaimana kita mengelolanya dan dibina secara dini, ditumbuh-kembangkan dan yang lebih penting lagi adalah diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Jadi satu hal yang menarik dari KPK adalah, bahwa program ini secara legal formal memang diselenggarakan dan merupakan bagian kegiatan Dinas Pendidikan Jatim. Ketua Pelaksana KPK dijabat oleh Sucipto, sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jatim. Namun gagasan awal dan proses pengelolaan materinya dilakukan oleh pihak swasta, dalam hal ini adalah Komunitas Soerabaia Joeang (KSJ). MEMBANGUN KEPEDULIAN Generasi muda yang semakin peduli terhadap nasib bangsa sehingga masa depan Indonesia akan menjadikan Indonesia semakin jaya. Jika sudah muncul rasa bangga terhadap negeri ini, bangga terhadap kekayaan alamnya, bangga terhadap produk-produk dalam negeri dan bangga terhadap kesenian-kesenian tradisionalnya, maka secara tidak langsung akan muncul rasa memiliki, menjaga dan melestarikan agar kekayaan tersebut tidak hilang dan masih dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Penanaman jiwa nasionalisme juga dapat dilakukan dengan cara mencintai kesenian tradisional. Rasa bangga terhadap kesenian tradisional dan tidak malu mengakuinya. Seni-seni tradisi yang ada di Indonesia dapat menjadi gambaran dan contoh dari kehidupan. Paduan suara yang dikemas teatrikal dengan mengenakan busana daerah, dan bukan berdiri kaku sambil menyanyi sebagaimana biasanya. Ketika dilangsungkan pertemuan KPK se-Bakorwil Malang, April 2013, misalnya, dihadirkan Suroso, seniman tradisi yang menggeluti seni pertunjukan Wayang Topeng dari Kedungmonggo. Surosomemperkenalkan Wayang Topeng, yang bukan hanya berupa seni pertunjukan, melainkan juga gerak tari, musik, sastra dan seni rupa. Dia ceritakan pengalamannya menggeluti seni topeng, perihal karakter pada masing-masing topeng, dan juga kisah Cerita Panji yang menjadi cerita dasar Wayang Topeng. Para siswa dibuat termangu ketika mereka baru mengetahui kehebatan folklor asal Kediri yang ternyata sudah terkenal di berbagai negara itu. Seperti testimoni salah satu siswa, “anak muda Indonesia lebih mencintai budaya luar negeri karena memang lebih menarik.” Salah satu target Studi Kebangsaan ini adalah bagaimana menjadikan anak-anak muda ini bangga terhadap bangsa sendiri, terhadap kemampuan anak-anak negeri sendiri. Karena itu ketika mereka diajak berkunjung ke lapangan udara Iswahjudi, Madiun, mereka diajak untuk memiliki semangat kebangsaan, nasionalisme di kalangan generasi muda dan cinta kedirgantaraan. Seorang penerbang TNI AU yang menyambut para pelajar itu mengaku merasa bangga bahwa ternyata masih ada semangat nasionalisme yang sedang bergelora di kalangan anak-anak muda. Kitalah yang akan menentukan nasib bangsa kita sendiri. Bangga menjadi bangsa Indonesia karena negeri ini memiliki banyak kekayaan alam yang tidak semua memilikinya. Bagi pelajar bernama Ancha, ini pengalaman baru, dapat menyaksikan sendiri lapangan terbang beserta segala aktivitasnya. Berharap dengan adanya kekuatan Angkatan Udara ini dapat melindungi negara kita dan menjadikan semakin kokoh. Bangga menjadi bangsa Indonesia karena Indonesia adalah negara yang memiliki kebersamaan dan tingkat nasionalisme yang tinggi. Rasa bangga produk dalam negeri itulah yang juga dikenalkan pada siswa ketika mengadakan kunjungan ke PT INKA, produsen kereta api di Madiun. Bangga terhadap kemampuan bangsa sendiri harus terpatri di kalangan anak-anak muda. Menurut pengakuan siswa bernama Achiek, dia menjadi lebih cinta produksi dalam negeri. Tidak menyangka bahwa bangsa sendiri mampu membuat kereta api. Siswa yang lain, Dina, mengakui bahwa generasi muda sama sekali belum mencintai produk dalam negeri. Banyak diantara mereka malah banyak yang menyukai produk luar negeri. “Saya ingin memperbaiki produk dalam negeri sendiri agar kita lebih bangga terhadapnya,” tekadnya. Pertemuan KPK di Bojonegoro antara lain mengunjungi objek wisata Api Abadi yang mungkin sebagian siswa sudah ada yang tahu, atau minimal pernah mendengarnya. Tetapi ketika KPK membuat acara kunjungan ke sana, dihadirkanlah sosok orang tua bernama Mbah Juli, yang menjadi juru kunci Kahyangan Api. Mengapa kok ada juru kuncinya segala? Ternyata Kayangan Api bukan sekadar sumber api yang tidak pernah kunjung padam. Fenomena alam cyang terletak di kawasan hutan lindung, tepatnya berada pada Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem itu dikelilingi kabut misteri yang belum terpecahkan hingga kini. Ada kepercayaan di kalangan pesinden dan pedagang yang ingin meraih sukses untuk melakukan ritual di sana.Kahyangan api, konon, adalah tempat bersemayamnya Mbah Kriyo Kusumo atau Empu Supa atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Pande yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Ada bukti historis yang penting yang menguatkan kahyangan api dengan ditemukannya 17 lempeng tembaga yang berangka 1223 / 1301 Masehi. Dalam setiap pertemuan KPK itu para siswa seperti di-brain washing agar semangat nasionalisme mereka bangkit. Sebagaimana dikatakan dosen Universitas Airlangga, Djoko, bahwa negara Indonesia ini dilahirkan oleh anak-anak muda. Bahwa Mohamad Hatta sudah memikirkan dan menulis Indonesia pada usia 18 tahun, bandingkan dengan anak-anak muda sekarang. Soekarno sendiri mulai tahun 20-an sudah memulai pergerakan, dan itu berarti hampir sama dengan usianya. Demikian juga Soekarni, Wikana dan lain-lain, adalah para pemuda yang “menculik” Bung Karno agar segera mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Salah satu semboyan Soekarno yang terkenal adalah: “berikan aku 10 pemuda yang cinta tanah air, niscaya akan kuguncangkan dunia” . Para anak-anak muda itu sudah membuktikan diri melakukan kegiatan yang nyata dalam membangun negeri ini. Lantas kemana orang-orang muda Indonesia sekarang? Bukankah Indonesia adalah negara dengan penduduk orang muda terbesar di dunia. Kalau dulu orang-orang muda sudah mampu mengusir pergi Belanda dan mendirikan negeri ini, lantas apa yang dilakukan orang-orang muda sekarang? Dan mengingat generasi muda merupakan pasar potensial bagi kapitalisme dan modernisasi yang merusak, maka dalam pertemuan KPK belakangan ini sengaja memilih tema “Sosialisasi Ancaman Modernisasi (SAM)” sebagaimana dilakukan dalam acara di kampus Universitas Brawijaya, Malang, bulan Juli tahun 2013 yang lalu. Tema yang sama juga masih digunakan dalam pertemuan KPK akhir bulan September ini di Magetan. Ironisnya, penyakit korupsi yang melanda kebanyakan orang-orang elit di negeri ini juga termasuk orang-orang muda yang semula diharapkan menjadi pemuka bangsa. Nama-nama orang-orang muda potensial yang punya karir cemerlang dan menjadi harapan bangsa, ternyata diumumkan oleh Komite Pemberantas Korupsi (KPK) sebagai Tersangka dan bahkan sudah menjadi Terpidana. Diantara mereka adalah nama-nama seperti Nazarudin, Andi Malarangeng, Angelina Sondakh, bahkan juga orang muda berkarier cemerlang, Anas Urbaningrum. Lebih ironis lagi, dari nama-nama tersebut, salah satu orang yang (diduga) terlibat dalam tindakan korupsi itu adalah sosok Menteri Negara Pemuda dan Olahraga yang seharusnya menjadi figur teladan bagi anak-anak muda. Perhatikan testimoni salah seorang siswa yang menyatakan kekecewaannya terhadap pengelolaan negeri ini: “Indonesia adalah negara yang gagal, karena sumberdaya alam yang sangat melimpah ruah selama ini ternyata tidak dapat dimanfaatkan dan dikelola secara baik. SDMnya tidak mampu mengelola SDA. Celakanya SDA yang sangat melimpah itu malah dikuasai oleh negara asing sehingga kita tidak dapat memakmurkan negara kita sendiri. Sebagai generasi muda, inilah saatnya untuk berbuat sesuatu demi negeri ini. Jangan selalu menyalahkan pemerintah, dikit-dikit protes pemerintah. Kita harus introspeksi, apakah yang kita lakukan selama ini memang sudah benar. Solusinya, kita harus mulai dari yang kecil dulu, dari diri sendiri, baru kemudian bisa mengubah lingkungan sekitar kita”. BELAJAR DARI PAHLAWAN Pada umumnya, pemahaman mengenai pahlawan adalah sosok pejuang yang telah gugur dalam merintis dan mempertahankan kemerdekaan negeri ini. Meskipun kepahlawanan tidak bermakna sesempit itu, namun setidaknya anak-anak muda harus memiliki pemahaman mengenai perjuangan para pahlawan yang telah gugur membela bangsa dan negara tersebut. Tetapi, tentu saja memaknai kepahlawanan tidak dimaksudkan untuk menafikan perjuangan para pejuang yang telah gugur dalam pertempuran fisik. Siswa juga perlu dikenalkan dengan kisah peperangan yang pernah dialami para pejuang negeri ini. Mereka diajak berkunjung ke Museum Brawijaya sebagai rangkaian acara sarasehan dan dialog kesejarahan. Di museum ini mereka juga diperkenalkan dengan berbagai senjata yang pernah digunakan para pejuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Dan ternyata, anak negeri ini bukan hanya mampu merebut senjata musuh, melainkan juga memproduksinya sendiri. Pengalaman itulah yang didapatkan para siswa ketika mengunjungi PT Pindad di Turen Malang yang memproduksi senjata. Bahwa sosok pahlawan bukan hanya tentara yang gugur di medan perang disampaikan oleh seniman tradisi asal Madiun, Kirun. Disebutkan, ada seorang tokoh pahlawan wanita bernama Retno Dumilah, prajurit wanita kebanggaan Madiun yang pernah sanggup mengalahkan Mataram. Pada waktu itu Madiun adalah bumi perdikan yang tidak ada kaitannya dengan Mataram. Emansipasi wanita, kata Kirun, pada waktu itu sudah terbukti. Selain itu dia juga berpesan, “jadilah bangsa yang berkualitas.” Menghayati perjuangan para pahlawan antara lain dilakukan dengan mengunjungi makam para pahlawan sehingga bisa mendapatkan suatu situasi psikologis tersendiri untuk dapat membayangkan apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan dalam memberikan kontribusi bagi bangsanya. Para anak-anak muda itu disadarkan bahwa perjuangan membutuhkan pengorbanan dan banyak sudah korban yang jatuh. Para pahlawan yang terbaring tak berdaya di makam itulah adalag mereka yang sudah menjadi korban perjuangan demi kemerdekaan dan kejayaan bangsa yang bisa dinikmati oleh generasi sekarang ini. Kunjungan ke makam pahlawan itu bukan sekadar rekreasi, bahkan juga bukan ziarah biasa. Di lokasi makam itu diselenggarakan renungan bersama, ada yang membaca macapat (tembang Jawa) dengan suara yang terdengar ngelangut. Ada yang membaca puisi. Sehingga mereka yang hadir di tempat itu mendapatkan impresi tersendiri yang jauh berkesan ketimbang harus mendengarkan ceramah mengenai “pentingnya menghargai perjuangan para pahlawan”.Dalam puisi itu antara lain terdapat kalimat seperti ini: “Para pendahulu negeri ini pernah sesumbar menyetrika Amerika dan melinggis Inggris. Dalam perjuangan, mereka berani merelakan nyawanya, Dan sekarang, para pemuda, dimanakah kau sembunyikan nyali kepahlawananmu?” Terkait dengan kepahlawanan, dari segi materi barangkali acara-acara yang dikemas KPK ini memang biasa-biasa saja. Hampir sama saja dengan study tour yang dilakukan oleh sekolah ketika mengisi waktu liburan. Tetapi yang berbeda adalah, bagaimana menciptakan situasi tertentu sehingga siswa mendapatkan suasana psikologis tersendiri. Misalnya saja, semua peserta adalah orang-orang yang secara sadar mendaulat dirinya sendiri sebagai Pegiat Kebangsaan. Berarti setidaknya sudah ada tekad bahwa mereka dengan sadar ingin menjadi orang yang berbuat sesuatu demi bangsa ini. Mereka cinta bangsa ini, dan ingin mengabdi dan berbakti demi negeri ini. Nah ketika mengikuti acara pertemuan KPK bersama dengan ratusan siswa lainnyasuasana psikologis cinta kebangsaan itu semakin membara. Kemudian mereka menyanyikan lagu “Bagimu Negeri” tentu akan terasa lebih syahdu dan menumbuhkan kesan yang mendalam. Mereka menyanyi seperti sedang menyuarakan tekadnya untuk betul-betul mencintai Indonesia.Apalagi saat menyanyikan lagu kebangsaan itu dilakukan di hadapan makam Dokter Soetomo misalnya. Kesan yang diperoleh, mereka seperti berjanji pada pahlawan nasional tersebut bahwa mereka juga akan melakukan hal yang sama, berbakti dan mengabdi pada negeri sebagaimana yang sudah dilakukan Dokter Soetomo. Karena itu acara ini dinamakan “Study Tour Kebangsaan.” Demikian pula ketika ziarahke makam pahlawan tak dikenal di kompleks Tugu Pahlawan Surabaya. Mereka mendengarkan dengan seksama rekaman pembacaan teks proklamasi, lantas menyanyikan lagu “Gugur Bunga”. Study Tour Kebangsaan ini memang bertujuan untuk menumbuhkan jiwa dan wawasan kebangsaan agar lebih mencintai bangsanya serta meneladani semangat para pahlawan. Dan karena peserta adalah para pengurus OSIS, maka diharapkan mereka dapat menjadi pelopor untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai cinta kebangsaandi sekolah masing-masing. Penghargaan kepada pahlawan juga diwujudkan dalam bentuk kunjungan ke makam Bupati Madiun yang pertama yaitu Ronggo Jumeno.Menurut sejarah, sebelum menjadi bupati Madiun pertama yang memerintah 1518-1568 M, Ronggo Jumeno yang mempunyai nama lain Pangeran Timur, merupakan seorang Pangeran dari Kerajaan Pajang. Namun ketika Pajang ditundukkan oleh Panembahan Senopati Mataram, ada dua Pangeran dari Pajang yang tidak mau mengakui kedaulatan Mataram. Yakni Ki Ageng Mangir Wanabaya dan Ronggo Jumeno.Ronggo Jumeno kemudian memilih menyingkir ke wilayah timur (Madiun), dan mengkoordinasikan seluruh bupati wilayah Mataram bagian timur, untuk memberontak kepada Panembahan Senopati di Mataram. Bagi Panembahan Senopati, kekuatan Ronggo Jumeno bersama bupati daerah timur, tak bisa dianggap remeh. Terbukti, Mataram tak mampu menaklukkan Madiun dengan kekuatan senjata. Tetapi ada perspektif lain dalam memahami pahlawan sebagaimana yang disampaikan aktivis dan dosen Unair Tjuk Kasturi Sukiadi dalam sebuah diskusi Hari Pahlawan yang diselenggarakan oleh Komunitas Surabaya Juang. Menurut dosen yang banyak aktif dalam Aliansi Masyarakat Gerakan Menutup Lumpur Lapindo (GMLL) itu, hampir semua rakyat Jawa Timur termasuk para elitnya mengambil sikap untuk ”diam seribu bahasa” terhadap kasus semburan Lumpur Lapindo. Seakan-akan apa yang terjadi di Porong dan sekitarnya itu hal yang biasa-biasa saja. Tjuk dan kawan-kawan merasa malu ketika rekan-rekannya dari luar Jatim menggugat: ”Mengapa terkesan bahwa rakyat Jawa Timur tersihir dan acuh tak acuh dalam menghadapi masalah dan nasib korban Lumpur Lapindo? Dimana sifat kepahlawanan rakyat Surabaya dan Jawa Timur? Tidakkah masih tersisa tekad perjuangan ”Rawe-rawe rantas, malang-malang putung? Lalu bagaimana Anda yang dari Jawa Timur bisa mengharapkan solidaritas dari kami-kami yang berasal dari daerah lain kalau orang Jawa Timur dan Surabaya sendiri tidak berbuat apa-apa?” GUBERNUR JUGA INGIN BELAJAR Respon yang bagus terhadap program KPK datang dari Gubernur Jawa Timur. Selain menyempatkan diri berdialog dengan beberapa perwakilan siswa peserta Pegiat Kebangsaan ketika dilangsungkan sarasehan, Gubernur Soekarwo juga mengirimkan pidatonya melalui rekaan video. Dikatakan, ACI atau Aku Cinta Indonesia harus dibangkitkan lagi untuk membangun pendidikan berkarakter dan bukan hanya tugas guru tetapi juga keluarga. ACI harus tertanam pada jiwa generasi muda Indonesia dan menularkan ke teman-teman sebaya mereka. Melalui Komunitas Pegiat Kebangsaan maka siswa siswi diajarkan untuk cinta terhadap bangsa dan negara. Dalam kegiatan ini seluruh peserta ditumbuhkan jiwa dan wawasan kebangsaannya agar lebih mencintai bangsanya serta meneladani semangat para pahlawan bangsa. Soekarwo mengajak agar kecintaan terhadap negara Indonesia makin hari tambah tertanam dalam jiwa siswa. Sebab, beragam budaya, etnis, dan suku terhampar luas di bumi yang dikenal dengan sebutan gemah ripah loh jinawi. “Tidak ada alasan untuk tidak mencintai tanah air, negeri kita sangat kaya, mari kita cintai dan kenali kekayaan tanah air kita,” katanya di hadapan siswa. Menurut Gubernur Jatim Soekarwo, yang akrab dipanggil Pakde itu, kemajuan suatu bangsa tidak harus merubah kultur yang tertanam sejak turun temurun dari nenek moyang. Bangsa yang maju bila mampu menjaga tradisi dan mengikuti perkembangan zaman. Anak negeri tidak perlu melakukan plagiasi terhadap budaya dan perilaku serta pola pikir orang-orang Barat. Negara yang maju yang meletakkan nilai kultural yang didasari dengan spritual. Kita siap menjadi negara maju kalau disiplin kita kuat. Menjaga kesatuan dan persatuan itu dapat dimaknai sebagai menjaga tali silaturrahim, saling mengunjungi satu sama lain, agar tetap menjaga kebersamaan. Hal inilah yang terjadi di KPK, dimana banyak pelajar dari berbagai sekolah dari berbagai kota melakukan kegiatan bersama-sama. Ini dapat menjadi modal dan merupakan suatu langkah yang baik dan dapat terus ditingkatkan intensitasnya. “Saya ikut belajar di situ, bagaimana menjaga persatuan dan kesatuan ini,” ujar Soekarwo. Negara ini dapat kokoh karena persatuan dan perseduluran dapat tumbuh dengan bagus. Kalau hal ini goyah, maka kemerdekaan juga goyah. Dalam pesan-pesan khusus yang direkam melalui video ini Soekarwo menyatakan rasa bangganya terhadap generasi muda ini. Hanya saja dipesankan agar mereka tetap dapat menjaganya, jangan sampai lengah. Karena cepat atau lambat, merekalah yang nantinya akan mengatur republik ini. sebuah negeri yang besar dan luas dengan sekian banyak kebhinekaannya. Jaman sekarang ini ada aliran “serba tidak boleh” ada juga aliran yang “serba boleh”. Maka yang namanya persatuan dan kesatuan adalah titik di tengahnya. Mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, dikompromikan di tengahnya. Itulah namanya ke-Indonesiaan. Saya ingin belajar dari anak-anakku, masih muda, cerdas dan memiliki masa depan yang lebih baik daripada generasi saya dulu. Anak-anakku sudah pada titik yang sudah benar. Sudah pada waktu dan kemampuan yang sudah benar. Tinggal kemana arah kompas ini hendak dibawa. Yaitu ke arah negara yang adil, makmur dan sejahtera namun tetap berakhlak. Indonesia membutuhkan anak-anakku semua. Membutuhkan anak-anak yang tidak lebay, yang semangatnya okey. Hanya ada dua peristiwa dimana bendera negara kita dikibarkan di luar negeri, yaitu ketika kita menjadi juara olahraga atau olimpiade dan saat ada kunjungan Presiden. Karena yang dapat menyaingi kunjungan Presiden ke luar negeri hanya satu, yaitu anak-anak muda yang hebat. Hampir semua juara olimpiade Indonesia yang berjaya di luar negeri adalah anak-anak muda dari Jawa Timur. Saya bangga dan percaya. Andalah Gadjah Mada baru, Gayatri baru. Tribuana Tunggadewi baru. Soekarno baru. Trimurti baru. Semuanya ada di tangan Anda. Anda semua yang nantinya akan mengurus Jawa Timur ini. Kami-kami semua, para orang tua, hanya memberikan support saja. Kami hanya membimbing saja. Namun pinternya sampai nyundhul langit sekalipun, satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah basis moral dan etika. Tidak ada gunanya menjadi anak yang cerdas dan hebat namun moralnya tidak bagus. Moral dan etika itu dibangun melalui kebudayaan. Tataplah hari depan itu dengan penuh harapan. Dan tetap cintailah negeri ini dengan tetap menjaga semangat nasionalisme, melebihi kecintaan terhadap teritori-teritori yang lain. Indonesia adalah sorga yang diletakkan di dunia ini. kalau itu bisa dikelola dengan baik, dengan moral dan etika yang baik, luar biasa. Saya bangga dengan anak-anak semua.... Bisa jadi, program ini dinilai bernuansa politis karena menjelang pemilihan Gubernur. Sebagaimana diketahui, bahwa anak-anak pelajar itu adalah para pemilih pemula yang belum memiliki orientasi pilihannya. Gubernur petahana, atau siapapun, pasti sangat berkepentingan untuk dapat mempengaruhi anak-anak muda ini dalam menentukan pilihannya dalam Pilgub nanti. Namun jika ditelisik, kecurigaan itu tidak beralasan, karena semua peserta adalah pengurus OSIS, yang berarti mereka masih duduk di kelas 2 SMA, sebab siswa kelas 3 tidak diperbolehkan menjadi pengurus. Dan ini berarti, mereka belum berusia 17 tahun, alias belum memiliki hak pilih. PEMAHAMAN KEBUDAYAAN ANAK MUDA Pertanyaannya kemudian, bagaimanakah anak-anak muda anggota KPK itu memahami kebudayaan? Setelah melewati serangkaian pertemuan Komunitas Pegiat Kebangsan di beberapa kota, berbagai masukan dari narasumber dan melihat bermacam obyek kunjungan, mereka diminta menjawab beberapa pertanyaan elementer mengenai kebudayaan yang saya edarkan melalui grub Facebook. Pertanyaan tersebut adalah: 1. Kalau disebut kata “Kebudayaan”, apakah yang melintas dalam pikiran kamu? 2. Apakah Kebudayaan itu sama dengan kesenian? Kalau tidak sama, bedanya dimana? 3. Apakah yang kamu tahu terhadap “Kebudayaan Indonesia?” 4. Sebagai pemuda, apakah yang bisa kamu lakukan terhadap Kebudayaan Indonesia? Jawaban mereka bermacam-macam.Misalnya saja, ada yang mengatakan bahwa kebudayaan itu dimaknai sebagai hasil cipta rasa karsa yang diperoleh dari cipta manusia. Ada yang menjawab, bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Atau dalam arti lain sesuatu hal yang sudah melekat dalam pola fikir dan perilaku masyarakat yang diimplementasikan secara nyata dan berkesinambungan. Kebudayaan adalah suatu adat atau kebiasaan masyarakat di suatu daerah yang tetap dilestarikan hingga sekarang.Bahwa kebudayaan merupakan hasil pemikiran karya dan aktivitas (bukan perbuatan) yang merefleksikan naluri secara murni. Kebudayaan adalah suatu kebiasaan suatu ras, golongan, masyarakat, atau negara (ciri khas suatu negara) yang bisa dilihat dari adat istiadat, kesenian, makanan, permainan, bahasa, bentuk rumah, jenis kegiatan dan lain lain.Kebudayaan itu adalah kesenian, adat istiadat, tradisi, dan kepribadian negara itu sendiri.Kebudayaan adalah lagu, alat musik, rumah dan tahlilan, dan lain-lain Dari berbagai macam jawaban tersebut sementara dapat disimpulkan, bahwa mereka memahami kebudayaan sebagai sesuatu yang kompleks yang sulit dirumuskan dengan cara yang tepat dan ringkas. Satu hal yang membuat saya senang, bahwa meski jawaban tersebut beranekaragam namun (sepertinya) tidak satupun yang mencoba menjawab dengan bantuan Searche Engine Google. Jujur saja, penyakit Googling seringkali meresahkan lantaran orang cenderung suka jalan pintas alias instan. Bagi saya, bukan jawaban itu yang penting, melainkan bagaimana mereka menjawab pertanyaan tersebut. Dan dari jawaban itu setidaknya dapat diprakirakan apa yang ada dalam benak mereka. Memperhatikan jawaban pertanyaan pertama, makauntuk menjawab pertanyaan kedua tentu saja mereka beranggapan bahwa yang disebut kebudayaan itu tidak sama dengan kesenian.Menurutnya kebudayaan dimaknai sebagai sesuatu yang lebih luas dibanding kesenian. Bahwa yang disebut seni itu sudah tentu termasuk budaya sedangkan budaya belum tentu seni. Kebudayaan itu merupakan ciri-ciri suatu bangsa yang tercipta dari berbagai perbedaan.Kebudayaan itu adalah suatu kebiasaan atau adat istiadat yang diwariskan dari nenek moyang zaman dulu secara turun temurun dan terpelihara, yang memberikan ciri khas dan nilai estetika tersendiri pada suatu bangsa dalam suatu tempat, wilayah dan suku yang menjadi dasar kepribadian mereka sendiridan tetap dilakukan di zaman sekarang. Contoh kebudayaan misalnya tahlilan dan lain-lain. Sedangkan kesenian adalah unsur dari budaya, yaitu suatu karya atau ekspresi dari jiwa manusia untuk mencipta keindahan dan dapat mempengaruhi orang lain, melalui media, seperti tari dan sebagainya. Kesenian adalah suatu pertunjukan khas atau yang telah terbuat dalam lingkup masyarakat tersebut yang biasanya dipertunjukkan di suatu acara keagamaan maupun acara-acara yang lainnya. Lantas, apa hubungannya kebudayaan dan kesenian? Kebudayaan itu sudah mencakup kesenian, spiritual, dan membaurnya berbagai perbedaan dalam suatu sistem. Menurut mereka, seni dan budaya akan saling berkesinambungan untuk menjadi sesuatu yang sangat bernilai di dunia. Budaya adalah ajang untuk memperkenalkan kesenian. Contohnya batik tulis atau batik cetak berupa baju, selendang dan sebagainyayang digunakan pada momentertentusebagai suatu peristiwa budaya. Kebudayaan itu memperingati dan memperkenalkan seni sedangkan kesenian merupakan ekspresi dalam diri yang dimiliki oleh setiap pribadi. Contohnya, wayang Kulit adalah hasil dari suatu seni yang menjadi hadir dalam sebuah peristiwa budaya. Demikian pula seni tari (tari remo , tari piring , tari pendet, dan sebagainya) hadir dalam sebuah peristiwa budaya berupa penyambutantamu atau pembuka suatu acara. Seni lukis sebagai hasil karya tangan mampu menghasilkan suatu bentuk gambaran dan sketsa, kemudian dapat dipamerkan dalam aktivitas budaya di tempat pameran atau di museum. Tapi ternyata ada yang menganggap kebudayaan dan kesenian itu sama. Begini katanya: “Kebudayaan dengan kesenian itu sama, kebudayaan adalah corak tingkah laku masyarakat kita yang menimbulkan adanya tingkah laku. Dan tingkah laku tersebut bisa berkembang menjadi "Kesenian" tersebut.” Toh ada yang bingung membedakannya, dengan menulis seperti ini: “Kebudayaan itu kebiasaan yang dilakukan oleh suatu kelompok namun kesenian adalah karya cipta yang dihasilkan oleh seseorang atau kelompok”. Sekali lagi, bukan deskripsi jawaban mereka yang penting tetapi bagaimana mereka merumuskan jawaban itulah yang menarik dicermati. Setiap orang nampaknya memiliki pemahaman yang hampir sama, sehingga ketika kemudian digabungkan dapat menjadi jawaban yang saling melengkapi. Ketika ditanya lebih menukik apakah yang kamu tahu terhadap “Kebudayaan Indonesia?” Jawaban mereka malah tidak menjurus. Yang mereka tahu, bahwa kebudayaan Indonesia itu beragam, banyak macamnya, sangat kaya dan unik dibandingkan dengan budaya di luar negeri, dan merupakan suatu ikon yang penting apabila kita sebagai generasi muda dapat melestarikannya. Yang mengagumkan, walaupun Indonesia adalah negara yang besar dari Sabang sampai Merauke dan memiliki berbagai macam budaya tetapi mereka tetap bisa saling membantu dan gotong royong tanpa membeda-bedakan darimana seseorang itu berasal. Kebudayaan Indonesia adalah pola atau hal yang menjadi kebiasaan masyarakat (rakyat) Indonesia, yang jika kita tidak melakukannya akan terasa aneh atau malah mendapat hukuman. Karena kebudayaan bersifat turun menurun. Misalnya, kalau makan memakai tangan kanan; kalau perempuan jangan pulang malam-malam, pamali dan sebagainya. Ada yang memahami kebudayaan Indonesia dengan memberikan contoh kongkrit yang sederhana, yaitu selalu memperingati hari-hari besar seperti HUT RI, Hari Pahlawan, Hari Sumpah Pemuda, Hari Pramuka, Hari Pendidikan Nasional dan setiap suku atau daerah memiliki budaya yang dijalankan pada waktu yang telah ditentukan. Atau, ada yang menyebut bahwa mencontek di kalangan anak-anak sekolah itu sudah termasuk budaya, tapi budaya yang jelek. Namun ironisnya, kata mereka, saat ini banyak kebudayaan kita yang hilang. Zaman sekarang orang Indonesia sedikit demi sedikit mulai melupakan kebudayaannya. Buktinya sudah jarang orang makan makanan tradisional, memakai bahasa daerah, memakai pakaian daerah, memainkan permainan daerah. Sekarang banyak orang Indonesia yang mengikuti zaman akibat modernisasi. Kebudayaan negatif dari luar lantaran tidak dicerna dengan baik mengakibatkan rusaknya kebudayaan yang ada di Indonesia. Jadi dalam hal ini harus ada peran pemerintah agar bisa membantu rakyatnya agar tidak terjerumus dengan kebudayaan luar yang kurang baik karena di Indonesia menganut dengan kebudayaan timur yang sangat kental dalam hal kesopanan dan taat pada agama. Pertanyaannya kemudian, sebagai pemuda, apakah yang bisa kamu lakukan terhadap Kebudayaan Indonesia? “Saya akan melestarikan budaya agar anak cucu pada tahu budayanya yang "asli" itu yang mana aja,” jawab Faishal Farras Valdiyantoro, KPK SMA Negeri 22 Surabaya. Bentuknya seperti apa, tidak dijelaskan oleh Faishal. Dan bagi Indri Kusdianti, “yang bisa dilakukan adalah mengenal, mengetahui, memahami, mempelajari, menjalankan, serta menjaga setiap kebudayaan agar tetap terjaga kemurniannya.” Siswa yang menyebut dirinya dengan nama Sparkling Tika juga menjawab singkat,“sebagai warga negara Indonesia, kita harus mempertahankan kebudayaan kita.”Demikian pula Firman Hardiansah, “budaya itu tidak bisa dirubah tetapi hanya bisa diciptakan. Maka saya akan menciptakan budaya yang baik.” Sementara menurut Riki Arista, potensi pemuda manakala bersatu bisa digunakan untuk melestarikan kebudayaan nusantara sehingga Indonesia bisa menjadi mercusuar bagi kebudayaan di seluruh dunia, dan akan meningkatkan pendapatan negara. Bagaimana bisa? Seperti hubungan sebab-akibat, budaya kita luar biasa eloknya demikian juga dengan faktor pendukungnya mengakibatkan turis tertarik kemudian mengunjungi Indonesia. Artinya devisa pun bertambah. “Jadi pesan saya, dalam arus deras globalisasi kita harus mempertahankan tradisi untuk mencari jatidiri,” tegas siswi SMKN 1 Purwosari Pasuruan itu. Galank Furi Ibrahim dari SMK Negeri 9 Malang punya jawaban begini:Sebagai pemuda Indonesia harus mampu dan sebisa mungkin melakukan dan melestarikan budaya Indonesia karena semakin marakbudaya asing yang masuk. Saya akan berusaha melakukan suatu kegiatan mulai dari lingkup paling kecil yaitu di sekolah agar teman-teman saya tahu betapa menakjubkannya kebudayaan indonesia. Karena kebudayaan itu merupakan warisan yang harus dan wajib untuk dijaga karena tanpa mengetahui kebudayaan negeri sendiri bukanlah warga negara yang baik. Herman Wlliem Ichiyusai sempat mengeluhkan perihal kebudayaan di masyarakat yang menurutnya merusak, misalnya kebudayaan berkendara yang seenaknya, kebudayaan merokok dan kebudayaan berpakaian yang tidak pantas. Dan yang satu ini, perhatikan, betapa mengharukan ratapan siswa yang bernama Muhammad Amirudin Wijaya: “Saya ingin sekali melestarikan kebudayaan Indonesia mulai dari adat istiadat, kesenian, makanan, permainan, bahasa, bentuk rumah, jenis kegiatan dan lain-lain. Saya ingin sekali, tapi belum memikirkan caranya... Saya sedih melihat Indonesia yang seperti sekarang ini... mulai yang tua korupsi, yang muda tawuran, heran saya.... Mana Indonesianya... Katanya bhineka tunggal ika.... Katanya cinta Indonesia, katanya sayang sama Indonesia... Apa benarkita semua masih indonesia? Saya berharap kita kedepan lebih mengenali jatidiri asli indonesia.” CATATAN SIMPULAN Sampai dengan tahun kedua ini, nampaknya Komunitas Pegiat Kebangsaan (KPK) masih mengutamakan kuantitas siswa yang dapat terjaring dalam program KPK sehingga diantara mereka sendiri minimal sudah terbentuk jaringan sebagai sesama siswa pegiat kebangsaan. Sampai saat ini sudah terjaring sekitar 2000 (dua ribu) siswa se-Jatim sebagai anggota KPK. Jumlah ini tentu relatif kecil dibanding jumlah pengurus OSIS SMA/MA/SMK se-Jawa Timur. Apalagi kalau hendak menjaring semua siswa. Karena itu diharapkan KPK bukan hanya menjadi program Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, melainkan dapat direplikasi di tingkat kota dan kabupaten. Sasaran utama KPK adalah anak-anak muda yang masih sekolah di SMA/SMK/MA karena pada tingkatan usia itulah mereka menjelang memasuki masa kedewasaan sehingga sudah diperhitungkan haknya sebagai orang dewasa. Pada usia seperti itu juga masih bergelora jiwa muda, suka emosional, namun masih labil secara kejiwaan. Karena itu mengisi jiwa mereka dengan materi bersifat kepahlawanan, kebangsaan dan kebudayaan adalah sangat dibutuhkan agar mereka dapat menjadi generasi yang berkualitas dan siap menyongsong masa depan dengan karya-karya yang gemilang dalam mengabdi pada negeri ini. Masih perlu ada penyempurnaan materi dalam setiap pertemuan KPK. Selama ini para siswa hanya menjadi pendengar dan melakukan dialog sekadarnya dengan para narasumber. Atau, menyaksikan dengan mata kepala sendiri objek-objek wisata perjuangan dan sejarah. Kedepan, perlu ada penjaringan respon dari mereka berupa karya tulis, minimal menuliskan kesan-kesan mereka selama mengikuti KPK. Dan mengingat semakin banyaknya peminat yang ingin bergabung menjadi anggota KPK maka bukan tidak mungkin dalam acara berikutnya diberlakukan syarat harus mengirim karya tulis dulu sebagai tahapan seleksi diikutkan dalam acara KPK berikutnya. Syarat ini agaknya tidak sulit, karena bukan bentuk atau teknis penulisannya yang dinilai, melainkan kontennya. Misalnya dengan pancingan tema: “Motivasi saya ingin menjadi anggota KPK.” Keberadaan grup FB – KPK dapat dimanfaatkan untuk mengirimkan karya tulis ini. Jadi bukan seperti sekarang ini, hanya sekadar kirim data-data pribadi belaka. Menyimak berbagai komentar siswa mengenai pemahaman kebudayaan, terlihat sekali bahwa mereka memiliki semangat cinta kebudayaan negeri sendiri namun tidak tahu persis apa yang harus mereka lakukan. Terkait dengan hal ini maka ke depan barangkali perlu dipertimbangkan bahwa setiap anggota KPK diwajibkan memilih salah satu jenis kesenian yang disukai. Tidak harus menjadi pelaku aktif, namun bisa juga sebagai pengamat dengan cara menuliskan opininya mengenai kesenian yang disukainya. Dengan cara itu maka siswa dikondisikan untuk menyenangi kesenian (khususnya tradisi) dan terus berusaha belajar mengenai hal itu. Sidoarjo, 9 September 2013 NB: Makalah ini dipresentasikan di Kongres Kebudayaan Indonesia yang diselenggarakan di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta, 9 Oktober 2013.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun