Baru hari ini saya sempat untuk membuka kembali kompasiana, kebetulan saya tertarik untuk membaca tentang tulisan tentang sunat pada anak balita perempuan. Â Dan muncul perdebatan dari kommen kommen kompasianer, dengan sudut pandang dari kacamata masing masing.
Sebelumnya pengertian disunat pada wanita adalah;
- Klitorisnya dipotong
- Kulup pada klitorisnya cukup ditoreh, klitoris tetap attach.
Pengetahuan anatomi sebaiknya dipahami dulu sebelum berdebat, pada manusia terjadinya pembentukan  alat kelamin saat janin kira kira berusia 3 bulan, dimana pada janin pria terbentuk kepala penis (Glan penis) dan Klitoris janin wanita, keduanya terbentuk dari mesonephrons.  Keduanya mempunyai jumlah syaraf perasa yang banyak dibandingkan bagian kelamin yang lain.
Fungsinya tentu untuk menerima rangsangan yang lebih intense dibanding bagian lain, sehingga akhirnya pada klimaksnya kita bisa mencapai orgasme. Â Bayangkan kalau bagian ini dipotong... si Korban akan sulit mendapatkan orgasme (malah bisa bisa tidak pernah), nah.. sekarang bayangkan lagi yang jadi ayah yang pernah memerintahkan untuk memotong klitoris anak perempuannya... bayangkan kalau penis waktu disunat yang dipotong glan penisnya (bukan dipotong kulupnya), kira..kira hari ini si ayah itu protes atau tidak ya ?????.
Dengan alasan apapun... tiada alasan untuk menyengsarakan seorang anak manusia ke masa depannya (karena sengsaranya di masa depan).
Kalau alasan ini sampai dibenarkan... sungguh menyedihkan.....
Yang saya prihatin adalah mereka yang sudah pernah disunat dengan cara klitorisnya dipotong dan saat  setelah dewasa tidak bisa merasakan clitoral orgasm (orgasme yang terjadi karena rangsangan di klitoris), syukur kalau dia bisa orgasme melalui vaginal orgasm (orgasme dari rangsangan vagina), nah kalau yang tidak bisa ????
Siapa yang mau nanggung dosanya...mencabut hak azasi seorang yang paling dasar, yaitu menjadikan kegiatan seks sebagai Pro-Rekreasi, selain seks sebagai Pro-Kreasi.
Sebagai orang tua, bila punya anak perempuan bukan cara satu satunya untuk mengontrol "Keliaran" anak kita melalui cara otoriter, dengan perintah "POTONG SAJA" anunya.
Dan tidak pernah ada penelitian yang ilmiah tentang ukuran "keliaran" dengan adanya Klitoris pada seorang wanita (siapa tahu ada mau melakukan penelitian ini suatu hari ?).
Ini sudah jaman modern, dimana handphone lebih hebat daripada telepati, Â sebaiknya pendekatan kita pada pendidikan anak lebih bersifat manusiawi, walaupun mereka adalah anak kita, tidak berarti kita bisa semena mena.