13 Tahun Kemudian.
Seorang lelaki tua memikul keranjang bambu yang masih sedikit terisi hasil panen. Wajahnya berseri-seri, hatinya selalu bahagia, tak pernah ia mengeluh. Baginya, hidup seperti layaknya manusia biasa lebih menyenangkan ketimbang harus sedikit-sedikit berucap mantra.
Lelaki tua itu bernama Ki Kebomas. Acap kali tanganya memetik jagung yang layak panen bibirnya tersenyum. "Aku bisa tua. Ternyata benar, aku bisa tua." Begitulah hatinya terus bergumam. Ki Kebomas bukan manusia sembarangan. Mantra jenis apapun ia bisa lakukan. Dan ia lulusan terbaik dari dua murid yang pernah ada di Padepokan Inggil Giri.
Aturan yang diajarkan, ia pegang teguh. Sehingga jati dirinya tak terkekang oleh mantra-mantra yang tak sedikit dari mereka berakhir dengan ketamakan. Oleh sebab itu, ketika ia melihat keriput di kulit tangan, hatinya tak pernah berhenti berucap syukur. Itu artinya, ia terbebas dari segala beban mantra-mantra sakti.
Pagi itu cuaca sangat cerah. Sengatan sinar matahari cukup untuk menghangatkan kulit tubuh. Ia petik jagung satu per satu hingga tak terasa keranjang bambu yang dipikulnya terasa sangat berat. Sesaat ia ingin menaruhnya di tanah.
Baru saja wajahnya menoleh ke kiri, sontak bola matanya menangkap seekor burung berbulu lebat mencengkeram di bibir keranjang. Ia mengenal betul siapa dia, ya, burung hantu itu hampir saja membuat jantungnya lepas.
"Kuut." Gumam burung hantu sembari sayap kanannya membenteng.
"Ooo, Dewandaru," kata Ki Kebomas.
"Kuuuuut." Gumamnya lagi panjang seraya kedua sayapnya menempel di dada.
Ki Kebomas tahu betul apa yang dimaksud burung hantunya itu.
"Biar ku urus nanti saja. Aku tak ingin menganggunya saat ini. Dia begitu cepat tumbuh dewasa, sudah tiba waktunya menyampaikan sesuatu yang menjadi kodratnya terlahir sebagai manusia sakti." Kata Ki Kebomas penuh yakin. Burung hantunya mendengar, hanya bisa angguk-angguk.
***
"Yang itu Dewandaru, yang itu saja," teriak teman sebayanya yang bernama Jaka Bobo. "Aku juga ya Ru. Aku juga mau." Kata temannya yang satu lagi dengan semangat. Namanya Raden Milo, badannya gemuk hingga lehernya nyaris tak terlihat.
"Iya-iya. Sabar, tenang, pasti kebagian semua kok." Ujar Dewandaru meyakinkan.