Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli Kasar

Sedang menjalin hubungan baik dengan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kacang Lupa Kulit

18 Oktober 2021   07:43 Diperbarui: 18 Oktober 2021   07:46 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Setelah berbincang singkat dan kuhabiskan satu batang tembakau miliknya, dengan rasa hormat aku berpamitan undur diri. Wanita itu masih terlihat tegang kaget dengan apa yang sudah kulakukan dan kukatakan, seolah tak percaya."

Begini kurang lebih yang kukatakan:
Pertama
Bukan tipeku, kacang lupa kulit. Masjid Muhajirin dan rekan-rekan UKM LDI lebih dari sekedar teman. Mereka menampungku dengan penuh kepercayaan. Sudah sepantasnya aku membalas dengan kepercayaan pula. Dan aku tahu, bagaimana caranya berterima kasih.

Kedua
Apa ada tolak ukur yang mampu menilai mahasiswa memiliki kecakapan atau kurang pergaulan? Yang kutahu hanya: Tak ada kata bodoh ketika seorang mahasiswa selalu berusaha untuk menjadi bisa. Tapi sebaliknya, selalu ada kata bodoh kepada mereka yang berhenti karena sudah merasa dirinya pintar.

Ketiga
Mereka yang dikos adalah satu angkatan denganku. Jadi, tiap hari bertemu dan bertegur sapa, saling gojlokan baik di kampus maupun di luar. Begitu pun saat UTS. Walau tak pantas dilakukan oleh seorang mahasiswa. Kami sudah biasa berbagi jawaban. Aku sendiri tempat untuk menyimpan kertas sakti, yang bila seketika kubuka, tak satu pun dosen penjaga mampu membaca gerakan cepat tanganku. Karena aku pernah belajar sulap untuk menyambung napas.

Kulihat wanita itu masih saja tertegun. Lalu kubilang dengan penuh kesopanan "Bu empun, mboten nopo-nopo, kulo bade pamit. Pangapunten sa'katah-katah'e. Matur sembah nuwun kalehan eses'e. Mugi-mugi panjenengan tansah pinaringan bagas waras"
Kurang lebih seperti ini "Bu sudah, nggak apa-apa, saya mau minta izin pamit. Mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan saya mengucapkan terima kasih banyak atas sebatang rokoknya. Semoga Ibu selalu diberikan kekuatan dan kesehatan.

Semenjak kejadian itu, aku memasuki dunia baru yang kusebut, "non akademik". Dan untuk catatan kedepan, takkan ada lagi nama Paijo. Karena dia mengizinkanku untuk menggunakan nama yang sebenarnya. Akan ada salam perpisahan dari Paijo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun