Tak pernah terlintas untuk menghitung berapa banyak jumlah koleksi bukunya, andaikan aku jual di sebuah komplek ruko-ruko buku bekas di daerah wilis malang tentunya banyak rupiah yang didapatkan. Tapi tentunya eman sekali, buku-buku milik Paijo rata-rata berbobot. Cerita dan pengarangnya orang-orang jempolan, andaikan aku ambil kesimpulan dari setiap judul-judulnya, kemudian aku tulis menurut pendapatku, bisa keriting tanganku ini. Selain keriting, keyboardku sendiri (papan ketik) sudah mulai buta huruf, jadi aku sendiri harus berpikir dua kali, pertama memikirkan ide-ide dengan kosakata yang pas kemudian yang kedua memikirkan jari jemariku yang harus menebak tuts-tuts pada papan ketik yang sudah mulai hilang keterangan alfabetnya.
Keseharianku bersama Paijo, jarang sekali kami terlihat membaca buku. Kami punya prinsip, membaca buku hanya di kala benar-benar pada waktu luang, agar sebuah bacaan tak hanya tau melek aksara akan tetapi mengerti literasi. Paijo sering memberiku perumpamaan-perumpamaan atau analogi tentang arti pentingnya membaca. Buku bagi Paijo sebuah cerminan dari makanan pokok, sedangkan cemilan adalah bacaan berupa text yang banyak beterbangan di jagad maya diantaranya gadget. Jadi bagaimana pun itu, buku tetaplah makanan pokok yang tak tergantikan sebagai jendela sarana untuk membuka cakrawala. Menurut Paijo loh yo..., aku cuma menuliskan saja.
Tak lama dari tempatku berdiri dalam mencari angan-angan, kuberanjak kekamar Paijo. Kulihat komputernya masih menyala, dengan tampilan microsoft word berjudul Bab III Metode Penelitian. Pikirku, Paijo pasti sedang terburu-buru pergi menemui dosen pembimbing. Walhasil aku pun merapikan dan sedikit memilih beberapa buku untuk kurapikan, minimal nggak seperti kapal pecah.
Di bawah buku dengan judul “Jalan Tak Ada Ujung” karya Mochtar Lubis, kulihat lembar tulisan yang tak seperti buku diary, dalam keadaan terbuka. Kutarik pelan-pelan dan sedikit demi sedikit mulai kukenali tulisannya, coretan itu adalah sebuah puisi. Kucermati lalu kupahami, sepertinya kawanku ini sedang merajut hati dengan Sang Maha Pencipta.
Begini kutipan singkat coretan tulisan itu,
"Bersama Mu"
Jurang jurang mengerikan
Terhempas paksa kedalam
Menikmati kesendirian
Berjalan di kesepian
Memahami kesunyian
Yang tak terukir dalam firman
Luka luka membekas
Lupa hilang dalam ikhtiar
Terurai bersama air hujan
Bergumam ayat Tuhan
Tumbuh tak sendirian
Bersama Mu hati tenang
Sekali pun beribu anak panah
Menghujam badan
Terpojok di sudut pandang
Aku tak sendirian
Berdua bersama Mu
Hati ku tenang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H