Anthony Bourdain, seorang yang berprofesi sebagai penikmat kuliner dunia, termasuk kuliner ekstrem dari berbagai negara di Asia dan Afrika, memiliki acara yang enak ditonton, yakni A Cook's Tour dan ditayangkan di Asian Food Channel sejak beberapa waktu lalu. Sebelumnya, Anthony Bourdain terlihat di stasiun teve TLC. Baik Asian Food Channel dan TLC bisa dinikmati melalui sistem teve berbayar. Murah, kok, Rp150.000 per bulan cukup kok.
Saya memang mulai menyukai acara kuliner. Bila sebuah acara menyajikan makanan Eropa atau Amerika, maka pelajaran yang hendak saya petik adalah bagaimana menciptakan dan menikmati makan yang sehat, secukupnya (tak harus banyak seperti karakter Asia dan Afrika), namun tampak berkelas dan bergizi, walau sesungguhnya bahan dasar makanan tersebut dari kebun belakang rumah.
Bila acara kulinernya menyajikan makanan dari Asia, Afrika, dan Amerika Latin, maka pelajaran yang hendak saya petik adalah ada kekompakan dalam pembuatan makanan itu, dan sesungguhnya makanan dari ketiga wilayah itu sangat kaya akan gizi dan asal-muasal bahan pangannya.
Sebenarnya, Indonesia sendiri merupakan surga kuliner. Namun hal itu tak bisa dipromosikan dengan baik. Berbeda dengan Filipina yang berhasil mempromosikan kulinernya dengan baik melalui Lembaga Pariwisata Nasional Filipina. Begitu juga dengan Penang, kota kecil di Malaysia, yang justru mahir dan gesit menyajikan kuliner yang didominasi keturunan China (maaf, saya pakai istilah Chinan karena di Malaysia enggak dipakai istilah Tionghoa. Maaf ya, jangan tersinggung).
Enggak percaya? Lihat saja sajian kuliner di Asian Food Channel yang bisa dikemas apik, seakan-akan kota kecil itu memiliki riwayat dan keberagaman kuliner yang mantaf. Padahal, kota Medan bahkan memiliki kekayaan kuliner yang jauh lebih dahsyat ketimbang Penang.
Bahkan, riwayat makanan yang berasal dari keturunan Tionghoa telah memengaruhi, atau terpengaruhi, serta diserap banyak "jenis" lidah manusia yang tinggal di ibukota propinsi Sumatera Utara ini, baik lidah keturunan Tionghoa, keturunan Tamil, Batak (Toba, Karo, Sipirok, Angkola, Mandailing, dan lainnya), serta lidah Melayu.
Namun semua itu tak tergarap dengan baik karena memang tak ada kemampuan dari pemerintah setempat untuk bekerjasama dengan swasta lokal dalam mempromosikan dan menjual kuliner lokal ke luar negeri, atau setidaknya ke propinsi lain. Yang terjadi malah kota Medan saat ini sedang diserbu dan diseragamkan lidahnya oleh para penjaja kuliner dari pulau Jawa.
Tak heran kalau di Medan sekarang didominasi jualan ayam penyet, bebek penyek, lele, dan makanan yang berasal dari kultur Jawa (mayoritas) dan Sunda. Menghadapi gempuran kuliner Jawa, kuliner Padang dan Melayu bersatu menghadapi gempuran itu dalam berbagai bentuk rumahmakan bertitel rumahmakan Melayu dan Minang.
A Cook's Tour
Kembali ke acara A Cook's Tour, saya senang melhat tayangan ini. Sebab, pembawa acara ini, Anthony Bourdain, bersikap adil dan tak berpura-pura dalam menikmati makan dari benua lain di luar kultur kelahirannya, yakni Perancis (Eropa). Anthony Bourdain bahkan nekat bangun pagi-pagi agar bisa menikmati kuliner, terutama kepiting dan tiram, saat bersama masyrakat nelayan Vietnam atau di berbagai negara yang dikunjunginya.
Sambil merokok, Anthony Bourdain yang berbadan langsing (dan terkesan seperti tak pernah mandi atau tak pernah mau tampil rapi) selalu menunjukan kegairahan dan ketidaksabarannya menikmati makanan yang dibuat oleh masyarakat yang dikunjunginya.