Kami lalu memutuskan menukarkan uang itu ke travel yang mengurusi perjalan perobatan anggota keluarga kami itu. Dan nilai yang dipatok -setelah tawar-menawar (aneh juga ya, kok bisa tawar - menawar)- akhirnya disepakati Rm1 = Rp3.725. Dan aung pun kami kirimkan kembali kepada anggota keluarga kami yang telah berada di Penang, Malaysia.
Sungguh tak habis pikir, kenapa rupiah kita terasa begitu lemah. Adakah tangan-tangan tak nampak (invisible hands) yang bermain atas hal ini. Kalau dulu Perdana Menteri Malaysia Mahatir Mohamad menuding taipan Amerika Serikat keturunan Yahudi yang lahir di Hungaria, George Soros, di balik keruntuhan matauang berbagai negara di Asia Tenggara, apakah kini ahl itu dilakukan lagi oleh pihak lain untuk keuntungan mereka sendiri.
Kok bisa begini rupiah kita ya? Kapan bisa rupiah kita bisa kuat? Menunggu redenominasikah atau menguatkan dulu ekonomi makro dan mikro kita baru bisa berbicara soal penguatan rupiah? Atau, jangan-jangan ini karena dunia kedokteran kita yang antah-berantah dalam melayani pasien sehingga pasien memilih untuk berobat ke luarnegeri, termasuk Penang, Malaysia, sehingga karena banyaknya permintaan atas ringgita atau matauang asing lainnya, maka harganya menjadi mahal?
Kalau ada yang tahu jawaban atas problem ini, bolehlah kita saling bertukarpikiran. Sebab, tersinggung juga saya melihat rupiah begitu loyo di hadapan matauang asing. Tabik, salam persahabatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H