Mohon tunggu...
Henny Widiyanti
Henny Widiyanti Mohon Tunggu... Karyawan PLN -

pegawai PLN Area Sorong

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Janji PLN bagi Papua-ku, Demi Asa dari Kampung

14 Oktober 2016   10:51 Diperbarui: 28 Oktober 2016   14:27 12919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedih ketika mendengar umpatan masyarakat di daerah perkotaan Sorong baik lisan maupun tertulis di media sosial dan Whats App, ketika terjadi padam yang tiba-tiba akibat gangguan mesin pembangkit swasta di PLTMG ataupun gangguan jaringan. Sedih ketika penjelasan telah diberikan tetapi cemooh yang diterima. Sedih ketika kami masih berseragam PLN, mampir di suatu tempat, harus berusaha sabar menghadapi pembicaraan yang memojokkan tugas kami. Sedih hati kami ketika listrik padam lebih dari 5 menit, Duuuh…..

Dibalik kesedihan kami akan sikap pelanggan listrik PLN di daerah kota, ternyata kejadian ini berbalik 360 derajad ketika Saya dan teman-teman melakukan survey di pulau-pulau dan daerah pelosok yang belum terlistriki oleh PLN. Survey ini sebagai bagian dari program Papua Terang yang langsung di realisasikan oleh PLN Area Sorong dengan membentuk Tim Survey ke daerah-daerah yang belum terlistriki oleh PLN.

Perjalanan melalui jalur darat, sungai dan lautan kami lakukan demi melistriki tanah Papua. Saudara kami di daerah pelosok, di era gadget ini justru belum merasakan listrik seperti saya, seperti masyarakat di perkotaan yang always terang sepanjang hari.  

Pulau Yefman, pulau Soop dan pulau Buaya (pulau Raam)

Perjalanan menuju pulau Yefman, Kabupaten Raja Ampat, kami lakukan melalui lautan dengan menggunakan sebuah kapal kecil sekitar 1,5 jam perjalanan pada hari Selasa, 22 September 2016. Yefman, sebuah pulau yang dulunya dijadikan bandara, bagi pesawat penumpang dari luar Papua tujuan Sorong, kini tampak bekas bandara yang tidak terawat lagi. Bahkan 1 km memasuki pulau Yefman,  tampak lautan dikotori oleh sampah-sampah bekas makanan. Sepertinya dibuang dan terbawa ke tengah laut.

Pulau Yefman terdiri dari 2 kampung, Yefman Timur dan Yefman Barat, masing-masing dihuni oleh 71 KK dan 200 KK. Di saat kami menyusuri pemukiman warga, “Tante..om….mau pasang listrik ka? Dorang dari PLN ka?” tanya beberapa warga saat kami melintas di depan rumahnya.

“Iya bu, mudah2an dalam waktu dekat PLN bisa melistriki kampung bapak dan ibu,” jawabku.

“Alhamdulillah kalau PLN bisa segera bikin pulau Yefman terang. Torang su capek juga pake listrik yang semuanya diurus oleh warga secara swadaya,” imbuh warga

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Pulau Yefman, semenjak tidak lagi menjadi bandara terminal pesawat penumpang terhitung 28 Februari 2005, mesin pembangkit diesel milik Dinas Perhubungan pun ditarik dari pulau Yefman. Pengoperasian bandara dialihkan ke Bandara Dominio Edward Osok (DEO) Sorong. Namun masyarakat dengan semangat kebersamaan, dengan bantuan PNPM Mandiri tahun 2012, membeli mesin diesel kecil. Untuk penerangan, listrik dari mesin diesel kecil berkapasitas 40 kW, hanya bisa menyala 5 jam sehari, dari pukul 18.00 WIT sampai dengan 23.00 WIT. Biaya operasioanal sehari-hari diperoleh dari iuran warga. Setiap kelompok warga terdiri dari 7 KK (kepala keluarga) setiap harinya, bergiliran menyiapkan 5 liter solar dan uang Rp. 10.000,-.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Dari pulau yefman, kami melanjutkan perjalanan melalui laut juga ke pulau Soop, sekitar 30 menit dan pulau buaya. Di pulau Soop, sebagian penduduk menggunakan PLTS bantuan PNPM Mandiri. Namun sebagian besar belum ada penerangan kecuali mereka mampu membeli genzet sendiri. Begitu pula di pulau Buaya.

Duduk di tembok berlin kota Sorong, sebutan untuk tembok pembatas pantai yang sudah membumi sejak 30-an tahun lalu, tampak view sebuah pulau yang menyerupai buaya.  Selama ini, tidak terpikir olehku bahwa pulau yang letaknya tidak begitu jauh dari kota Sorong, bahkan pantainya seringkali dijadikan lokasi wisata lokal maupun domestic, belum memiliki listrik yang dioperasikan 24 jam. Namanya pulau buaya, bukan berarti ada buaya di pulau tersebut. Nama itu diberikan lantaran pulaunya yang berbentuk mirip buaya. Seiring dengan perkembangan dan pemekaran daerah, nama resmi pulau Buaya diganti menjadi pulau Raam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun