Mohon tunggu...
Henny Ratnasari
Henny Ratnasari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya bukan penulis yang baik, tapi saya suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Potret Bali Tempo Dulu

19 November 2011   06:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:28 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Unik. Itulah satu kata yang terbersit saat menginjakkan kaki di Desa Penglipuran. Deretan bangunan-bangunan khas Bali yang berjajar dari utara ke selatan sepanjang desa. Jalanan desa yang sempit dan berungdag-undag , dan pintu gerbang atau yang biasa disebut “angkul-angkul” tampak seragam.

Begitu mendekati salah satu rumah penduduknya, rupanya setiap rumah pada desa ini terhubung satu sama lain. Penghubungnya sederhana, hanya berupa lubang disetiap tembok pagar rumah.Begitu kentalnya adat tradisi yang berlaku disini, sampai-sampai jalanan desa ini tidak boleh dilalui oleh kendaraan.

Tananan rumah dengan gaya tradisional Bali yang sangat lekat, menjadikannya objek wisata yang komersil sejak tahun 1993 oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bangli. Nama penglipuran sendiri dapat diartikan menjadi dua. Menurut definisi yang pertama penglipuran berasal dari kata Penglipur yang berarti penghibur. Sedangkan definisi lainnya menyebutkan Penglipuran berasal dari kata pengling dan pura yang berarti ingat pada tanah leluhur.

Angkul-angkulnya yang seragam rupanya memiliki daya tarik tersendiri bagi setiap orang yang pernah berkunjung, tradisi keseragaman ini merupakan sebuah simbol kebersamaan yang sudah ditanamkan sejak lama oleh nenek moyang masyarakat setempat.

Uniknya lagi pemakaman mayat yang dilakukan oleh masyarakat Penglipuran dilakukan dengan dua cara. Jika yang meninggal seorang lelaki, maka saat penguburan mayat diposisikan dalam keadaan telungkup. Sedangkan jika mayatnya seorang perempuan, maka posisinya saat penguburan dalam keadaan tengadah. Tradisi ini rupanya merupakan perlambangan lelaki itu seperti langit dan perempuan itu sebagai ibu pertiwi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun