Hampir dipastikan, banyak dari kita mendapat tawaran untuk mampir dan bertemu dengan seseorang. Saya lupa kalimat lengkapnya dan kapan disebutkan. Jadi, saya tuliskan saja intinya kira-kira begini, 'kalau kapan-kapan saya mampir ke Australia, akan diajak bertemu dan jalan bersama'.
Bisa jadi bagi beberapa orang tawaran ini dianggap basa-basi. Terkadang hal ini dilakukan demi sopan santun.
Namun, bisa dipastikan, tawaran yang datang dari Bu Roselina dan Pak Tjiptadinata itu bukan basa-basi.Â
Bagaimana bisa saya mengetahuinya? Padahal bertemu tatap muka barang satu kali pun kami belum pernah. Jawabannya sederhana, saya bisa merasakan ketulusan dari pasangan penulis hebat di Kompasiana ini.Â
Saya rasa, para penulis di Kompasiana juga bisa merasakan hal yang sama, apalagi banyak dari penulis yang beruntung. Ya, mereka beruntung memiliki kesempatan untuk bertemu langsung dan berbincang dengan Bu Roselina dan Pak Tjiptadinata. Â
Seperti yang kita tahu, Bu Roselina dan Pak Tjiptadinata setiap kembali ke tanah air selalu menggelar acara Kopdar yang tidak dilakukan hanya di satu kota, tetapi juga keliling Indonesia.
Bagaimanapun, tidak gampang melakukan hal seperti itu. Mengajak orang banyak untuk berjumpa dan berkumpul, sedangkan sebagian besar orang yang diajak bertemu belum dikenal langsung secara pribadi. Tidak hanya kebesaran hati yang perlu dimiliki, tetapi juga ketulusan, kesabaran, dan kedermawanan.Â
Bu Roselina dan Pak Tjiptadinata memiliki hal baik itu. Mereka berdua saya anggap seperti orang tua sendiri. Jika dilihat usia, mereka memang sebaya dengan almarhum kedua orang saya. Kasih sayang, perhatian, dan ketulusan yang mereka berikan tidak diragukan lagi, sungguh tanpa pamrih dan jauh dari selubung kepura-puraan.
Persahabatan saya dengan pasangan penulis Kompasiana yang melegenda ini relatif sudah lama. Pada tahun 2012, sekitar satu tahun saya bergabung di Kompasiana, ada tambahan pertemanan dari seorang penulis bernama Tjiptadinata Effendi. Sudah pasti, pertemanan ini saya sambut dengan senang hati.Â
Dalam batin saya berkata, sosok penulis yang baru bergabung di Kompasiana ini terkesan bukan penulis amatir seperti saya dan juga bukan orang kebanyakan.Â
Awalnya, Pak Tjiptadinata masih menyapa saya dengan panggilan "Mbak Hennie," tetapi kami berdua sepakat, sebagai sahabat, saya sangat senang jika hanya disapa dengan sebutan "Hennie" saja.