Saya perhatikan juga saat suami saya yang bekerja dari rumah dan hampir setiap hari mengadakan meeting dengan perusahaan yang ada di China. Meeting akan break selama 30 menit mulai pukul 12 siang. Padahal sering sisa pembicaraan hanya 30 menit lagi.
Mereka tetap minta pembicaraan dihentikan pukul 12.00 hingga 12.30, dan dilanjutkan lagi 12.30 hingga pukul 13.00. Saya heran, kenapa tidak dilanjutkan saja meeting hingga 12.30 dan makan siang terlambat 30 menit?
Menurut suami saya, mereka harus menerima kebiasaan ini dan tidak bisa diubah. Ini adalah budaya mereka masyarakat China. Menghormati dan mengerti budaya mereka harus dilakukan dalam hubungan pekerjaan antar bangsa dan seperti ini.
Istirahat makan siang bisa dikatakan "sakral" bagi orang China. Mereka juga menganggap bahwa pertemuan hanya dapat membuahkan hasil yang baik setelah makan.
Alasan lain, banyak pekerja yang menempuh perjalanan relatif jauh menuju tempat kerja, sehingga mereka sangat menghargai istirahat makan siang. Melakukan makan siang pada waktunya akan membuat mereka tepat waktu melanjutkan pekerjaan.Â
"Apakah kamu sudah makan?"
(Ni chi fan le ma?)
Begitu sapaan yang sering dilontarkan seseorang jika bertemu. (Sepertinya kebiasaan ini juga dilakukan orang Indonesia peranakan.)
Betapa pentingnya makanan dalam budaya masyarakat China juga berakar dari sejarah masa lalu.
China berulang kali mengalami kelaparan. Hidup dalam kekurangan dan kemiskinan membuat mereka selalu menghargai makanan dan peduli terhadap orang lain.
Orang China tidak terlalu peduli apakah tempat dan makanan yang disajikan mewah atau seadanya. Para pekerja yang membawa makanan dari rumah akan berkumpul di pantry kantor dan menyantap makanan mereka.Â