Saat kelas satu sekolah dasar dulu kami belajar menggambar dan mengenal abjad satu persatu. Mirip dengan situasi sekolah dasar di Jerman sampai masa kini, begitu juga yang dilalui anak saya saat kelas satu.
Mungkin sekolah dasar zaman now di Indonesia sudah berbeda karena umumnya anak-anak sudah mahir calistung.
Saya tidak akan membahas hal ini karena sudah ketinggalan jauh dengan perkembangan sistem belajar di sekolah dasar tanah air.
Masa SD memang tidak banyak "drama", lebih banyak hal lucu yang terjadi. Semua masih belia, belum ada cerita naksir-naksiran yang berujung patah hati.
Hal ini terlihat saat kami mengadakan reuni SD di Medan beberapa tahun lalu. Pertemuan yang menyenangkan, lucu, dan meninggalkan kesan indah.
Banyak kejadian yang saya lupa, tetapi ada juga yang meninggalkan kesan tersendiri, begitu juga kenangan beberapa guru. Misalnya, guru matematika, salah satu mapel yang kurang diminati kebanyakan murid.
Satu guru matematika saat saya SD adalah guru terbaik, bagi saya, selama 6 tahun belajar di sana. Bu Zahriyah namanya, beliau adalah guru kelas sekaligus guru matematika di kelas di kelas 4.
Beliau satu-satunya guru yang memperlakukan saya seperti murid lain tanpa memandang saya sebagai anak salah satu guru di sekolah itu.
Ibu saya dulu mengajar di SD ini, dan untungnya tidak pernah menjadi guru di kelas saya. Â Pernah juga ibu saya mengajar matematika, tetapi hanya sebagai pengganti guru kami yang berhalangan hadir.