"Ich kann alles essen, außer Korianderblätter." (Aku bisa makan apa saja, kecuali daun ketumbar.)  Seorang teman dari Amerika Latin menjawab, saat saya tanya apakah dia memiliki pantangan, atau alergi makanan tertentu.
Jika mengundang teman-teman dari negara lain, sering pertanyaan ini saya ajukan. Biasanya, menu vegetarian selalu saya sediakan, karena banyak teman-teman yang menganut pola makan ini.Â
Pernah juga saya lupa, saat mengadakan acara makan siang dengan menu bakso sapi. Seorang teman dari Thailand tidak mengkonsumsi daging sapi. Saya merasa bersalah dan kesal sekali, karena lupa bertanya. Teman saya maklum, dan hanya bisa menikmati makanan sampingan dan dessert saja.
Nah, kembali ke daun Ketumbar atau Korianderbältter sebutannya dalam bahasa Jerman. Teman saya dari Amerika Latin ini sangat tidak suka, bahkan dia bilang benci dengan daun ketumbar. Dari jarak jauh sekalipun dia bisa mencium aromanya, begitu katanya.
Parahnya, menurut dia, kuliner di negaranya banyak yang menggunakan daun ketumbar. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya dia harus memilih makanan saat berada di negerinya.
Ketumbar dan asalnya
Ketumbar (Coriandrum sativum) termasuk salah satu rempah yang sangat tua dan sudah dikenal ribuan tahun yang lalu. Tanaman ini berasal dari Eropa selatan dan Timur Tengah, kemudian menyebar ke wilayah benua lainnya. Sekarang ketumbar sudah dikenal di seluruh dunia.
Orang Mesir kuno sangat menghargai dan menganggap penting ketumbar. Rempah ini adalah salah satu tumbuhan yang dijadikan persembahan kepada Pharaoh (Firaun) di kuil, dan merupakan barang bawaan menuju peristirahatan abadi.Â
Biji ketumbar ditemukan di makam Firaun Tutankhamun (Tutanchamun), raja Mesir kuno dari Dinasti ke-18, masa Kerajaan Baru. Tutankhamun berkuasa sekitar tahun 1332 - 1323 SM. Makamnya ditemukan di Valley of the Kings oleh Howard Carter pada tahun 1922.Â
Ketumbar juga digunakan oleh bangsa Yunani dan Romawi kuno. Mereka menggunakan rempah ini sebagai bumbu masakan dan minuman wine.