Dulu, orangtua kami rajin sekali membeli buku bacaan untuk anak-anaknya. Kebiasaan ini berubah setelah kami dewasa, buku bacaan biasanya kami beli sendiri dari uang saku. Sementara orangtua kami berlangganan berbagai majalah, serta surat kabar lokal dan nasional.Â
Buku-buku dongeng Nusantara banyak kami dapatkan dari ibu kami, sementara dongeng lainnya dari ayah. Buku dongeng yang paling sering dibeli adalah karya Hans Christian Andersen.
H. C. Andersen, begitu namanya biasa disingkat, seorang pengarang dari Denmark yang karyanya dikenal hampir semua anak di seluruh dunia.Â
Ada satu buku yang sangat berkesan, hingga sekarang masih terbayang ilustrasi dalam buku dongeng itu. "Gadis Penjual Korek Api" kisahnya memang sangat sedih, dan membuat saya menangis membacanya.
Mungkin karena ceritanya begitu menyayat hati, maka kuat terpatri di dalam kepala.Â
Sebetulnya bukan kisahnya saja yang meninggalkan kesan yang sangat dalam, melainkan juga gambar yang disajikan, musim dingin yang bersalju.
Saya membayangkan dan berandai-andai, bagaimana rasanya menyaksikan langsung saat salju turun. Pemandangan itu hanya bisa saya lihat di dalam buku, kalender, dan film.
Barangkali hal ini juga yang membuat saya gemar memandangi jalanan yang diapit rumah-rumah penduduk yang rapi berderet. Terlebih lagi saat temaram, dan lampu jalanan memancarkan cahaya yang menghadirkan kehangatan.
Gambaran tentang musim salju yang indah ini memang bertolak belakang dengan kisah yang diceritakan dalam dongeng gadis kecil yang ditulis pengarang dari salah satu negara Skandinavia.
Dongeng dengan judul asli "Den lille Pige med Svovlstikkerne" (Gadis Kecil dan Korek Api) ini ditulis pada tahun 1845. Kisah seorang gadis kecil yang membeku di musim dingin pada malam tahun baru.Â