Kejadian ini terjadi beberapa tahun lalu. Seorang kenalan saya menceritakan, lebih tepatnya minta saran, mengenai temannya yang baru beberapa tahun menetap di Jerman.
Betti (bukan nama sebenarnya) berasal dari salah satu negara Asia. Dia pindah ke Jerman setelah menikah, mengikuti suaminya yang berasal dari negeri ini. Mereka memiliki seorang anak laki-laki usia 3 tahun.
Ternyata, menurut pengakuannya, Betti sering mendapat perlakuan kasar dari suaminya. Terkadang mainan anak yang berantakan bisa menyulut kemarahannya.Â
Bentakan sudah puas ditelan Betti, bahkan tindakan "main tangan" dari suaminya sudah sering diterima, yang meninggalkan memar di badannya.
Betti bingung tidak tahu bagaimana menyelesaikan masalahnya, tidak tahu mau ke mana meminta pertolongan. Betti juga khawatir jika berpisah dengan suaminya, karena dia tidak memiliki pekerjaan.
Setelah melakukan tindakan kasar, suaminya selalu menyesali dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Betti menunggu perubahan itu. Namun, kejadian ini berlangsung berulang-ulang. Suaminya mengancam, jika ia berani mengadu, maka Betti tidak akan pernah melihat lagi anaknya.
Awalnya, Betti menganggap bahwa suaminya stres akibat pekerjaan, dan berharap akan berubah mesra seperti saat mereka berpacaran dulu. Entahlah, apa itu sebenarnya hanya cara dia menutupi sikap kasar suaminya.Â
Rasa takut yang meningkat dari waktu ke waktu ini membuat Betti akhirnya berani curhat kepada temannya. Sayangnya, teman Betti yang merupakan kenalan saya itu tidak menetap di Jerman. Saya sarankan agar Betti menghubungi dan minta perlindungan ke Frauenhaus.Â
Kekerasan dalam rumah tangga, terutama menimpa kaum wanita adalah masalah serius dan sudah berlangsung sejak dulu. Bahkan ada yang berakhir dengan kematian.
Rumah perlindungan kaum wanita