Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Storch, Bangau sebagai Simbol Kelahiran Bayi di Jerman

13 Juli 2020   13:47 Diperbarui: 28 Januari 2021   05:28 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: SarahRichterArt/pixabay.com

"Ma, bayinya Ella udah lahir."

Anak saya berkata ceria, beberapa hari lalu.

Ella dan Sascha adalah tetangga sebelah rumah kami, pasangan muda yang belum lama pindah.

"Oh iya, tau dari mana?" tanya saya memastikan.

"Tuh liat. Yuk, ke kamarku." 

Saya lihat dari jendela kamar anak saya yang berseberangan dengan balkon yang berada di samping kanan rumah Ella. Di satu sudut balkon berdiri kerajinan kayu berbentuk bangau putih dengan buntelan berisi bayi pada paruhnya, ditopang tiang yang tingginya sekitar 2 meter.

Di Jerman, jika ada bayi yang baru lahir, dilambangkan dengan bangau, atau dikenal dengan sebutan "Storch" atau "Klapperstorch", yaitu jenis bangau putih.

Masih banyak masyarakat Jerman yang melakukan tradisi ini, yang dipercaya sejak ratusan tahun yang lalu. Mereka meletakkan gambar atau patung bangau dengan bayi di bagian depan rumah mereka, bahkan ada juga yang meletakkan di atas atap rumah.

Terkadang tidak hanya patung bangau saja yang menandakan kelahiran bayi mereka, ada juga yang melengkapinya dengan memasang tali untuk menggantung baju, seperti menjemur baju. Warna bajunya kadang disesuaikan dengan jenis kelamin bayi, misalnya merah jambu untuk anak perempuan dan biru untuk anak laki-laki, atau warna netral yang dianggap tidak mewakili jenis kelamin, seperti hijau, kuning dan lainnya.

Beberapa mitologi menggambarkan bangau sebagai simbol kesetiaan dan perkawinan monogami. Karena bangau akan kembali ke sarangnya dan biasanya hanya memiliki satu pasangan saja.

Bangau putih juga dianggap sebagai hewan pembawa keberuntungan. Karena dulunya julukan bangau adalah "Adebar" dari bahasa Jerman kuno yang berarti "pembawa keberuntungan".

Bangau sebagai pembawa bayi

Legenda ini dipercaya berasal dari masyarakat di bagian utama Jerman.

Bangau mengambil bayi dari dalam sumur, lantas mengantarkan dan meletakkan bayi tersebut pada satu keluarga.

Di zaman dahulu, membicarakan tema seksualitas dan kelahiran bayi adalah hal yang tabu di masyarakat yang sangat konservatif.

Kemudian orangtua mereka mengarang cerita, agar bisa menjelaskan kepada anak-anaknya yang masih sangat belia. Anak-anak ini dianggap belum pantas dan terlalu dini untuk mengetahui hal sebenarnya, bagaimana proses kehadiran seorang bayi.

Maka hewanlah yang menjadi pilihan tepat sebagai pembawa seorang bayi yang baru lahir. Tetapi, hewan seperti apa yang cocok? Tentu harus diperhatikan juga bentuk dan warnanya yang bersahabat bagi anak-anak, bukan hewan yang menakutkan.

Binatang yang ukurannya terlalu kecil tidak mungkin membawa seorang bayi manusia, sedangkan hewan yang terlalu besar sering dianggap menakutkan, seperti dongeng tentang raksasa. Warna gelap, terutama hitam sering identik dengan ketidakberuntungan.

Foto: Karl-Josef Hildebrand/deutschlandfunkkultur.de
Foto: Karl-Josef Hildebrand/deutschlandfunkkultur.de

Pilihan yang dianggap tepat adalah Klapperstorch, atau biasa hanya disebut Storch. Bangau putih memiliki ukuran tubuh yang tidak terlalu besar, tetapi dianggap cukup kuat untuk membawa seorang bayi.

Bangau memiliki sangkar yang besar, yang menggambarkan kenyamanan hidup. Habitat mereka juga dekat dengan tempat tinggal manusia, sehingga dipercaya memiliki pola asuh yang sangat baik terhadap anak-anaknya.

Bangau juga sering berada di dalam dan sekitar air untuk mencari makanannya.

Menurut kepercayaan rakyat Jerman kuno, air adalah simbol dan asal mulanya kehidupan.

Legenda ini pada masa sekarang, hampir dipastikan tidak ada lagi yang mempercayainya. Masyarakat di sini melakukan kebiasaan ini hanya melanjutkan tradisi yang sudah berlalu turun-temurun.

Kebiasaan ini juga sudah menyebar ke banyak negara dan menjadi budaya di tempat-tempat tersebut.

_______

Hennie Triana Oberst - DE13072020

Ref. wissen.de, swr.de

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun