Setiap lebaran, kami pasti selalu mengunjungi rumah kakek dan nenek dari pihak ayah yang berada di luar kota Medan. Sedangkan kakek nenek dari pihak Ibu, kami biasa memanggil mereka dengan sebutan Mbah Lakik dan Mbah Perempuan, Â tinggalnya hanya beberapa rumah jaraknya dari rumah kami.
Dari pihak Ayah kami panggil Kakek dan Nenek. Gampang membedakan, pihak mana yang kami bicarakan.
Rumah kakek dan nenek terletak di tengah perkebunan kelapa sawit. Sebetulnya tidak terlalu jauh dari kota Medan, kurang dari 100 km, tetapi saat itu jalan raya masih belum bagus seperti sekarang, jarak tempuh dulu rasanya lama sekali.
Berada di sana, masa itu, Â benar-benar seperti berada di tempat yang sangat berbeda dari kota. Suasana desa sangat terasa, sawah juga masih luas membentang. Tidak berapa jauh dari rumah kakek nenek terdapat sungai, di lahan pinggir sungai terdapat satu kebun kacang panjang.
Ada seorang Om kami, adik kandung dari Ayah yang tinggal di rumah kakek. Istrinya selalu menyediakan masakan istimewa jika kami datang, semur entok. Sejak kecil saya sudah mencicipi semur entok bikinan Tante saya ini. Sepertinya memang tidak ada semur entok selezat racikan tangan beliau.
Entok, atau yang memiliki nama lain Itik Serati, sejenis unggas yang termasuk keluarga bebek yang biasanya dipelihara untuk dikonsumsi daging dan telurnya. Membaca nama bebek ini mengingatkan pelajaran di sekolah dulu, mengenal jenis-jenis bebek.
Sudah lama sekali saya tidak menikmati kuliner ini. Sejak meninggalkan kota kelahiran saya, semakin jarang saya ikut ke rumah kakek.Â
Sekarang sudah tidak mungkin lagi menikmati semur entok khas Tante, karena orangtua saya, kakek nenek dan juga Om dan Tante telah berpulang. [Doa untuk orang-orang terkasih ini]Â
Hanya kenangan masa kecil dan kulinernya yang tetap melekat sepanjang masa.
Mudah-mudahan suatu saat saya akan mencoba membuat kuliner Semur Entok ini, jika kebetulan ada daging entok yang dijual. Dalam bahasa Jerman sebutannya adalah Moschus Ente atau Barbarie Ente.