Masa-masa awal saya tinggal di Jerman pernah kami mengundang tetangga untuk makan malam bersama. Menurut suami saya, hubungan bertetangga mereka dari dulu sudah terjalin baik. Mungkin juga karena mereka hampir hampir bersamaan pindah ke daerah tempat kami tinggal sekarang.
Waktu mereka datang, seperti kebiasaan masyarakat di Jerman, tamu selalu membawa buah tangan untuk tuan rumah. Saat itu bulan Desember, menjelang Hari Natal.
Tetangga kami membawa coklat dan kue dari marzipan yang berbentuk babi dan sebotol wine. Sebelumnya memang saya banyak melihat di toko-toko dijual kue-kue mini dari bahan marzipan yang berbentuk babi, atau hiasan pada cake.Â
Di Jerman memang babi adalah salah satu simbol keberuntungan.
Pertama mengetahui hal ini ada perasaan janggal, karena sebagian bangsa lain menganggap babi adalah hewan yang tidak bersih.
Anggapan ini sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Masyarakat zaman Yunani dan Romawi kuno menganggap babi adalah simbol kesuburan, karena babi menghasilkan anak yang banyak.Â
Orang Yunani kuno memberikan persembahan kepada Dewi Demeter dengan mengorbankan babi. Dewi Demeter adalah dewi kesuburan yang dipercaya oleh masyarakatnya.
Pada abad pertengahan, saat dilangsungkan perlombaan pada pesta rakyat. Peserta yang tidak memenangkan pertandingan diberikan hadiah hiburan seekor anak babi.
Awalnya hal tersebut dianggap sebagai ketidakberuntungan, tetapi ternyata sebaliknya. Masa abad pertengahan babi sangat berharga. Memelihara babi tidak memerlukan pakan yang mahal dan seekor babi betina yang sehat dapat memiliki keturunan setidaknya dua kali dalam setahun. Oleh karena itu orang yang memiliki banyak babi dianggap istimewa dan kaya. Â Â
Ada ungkapan di Jerman "Schwein gehabt"Â (dari kata Schwein=babi, dan gehabt=memiliki), yang artinya mendapatkan keberuntungan yang tidak terduga.
Kira-kira bisa disamakan dengan ungkapan dalam bahasa Indonesia "Bagai mendapat durian runtuh".