Sore itu, kami, beberapa wanita sedang berbincang sambil menikmati waktu bersama di sebuah Cafe. Udara musim gugur hari ini sangat cerah. Musim dengan pemandangan yang sangat romantis. Warna warni daun yang sedang berubah sebelum akhirnya luruh, dari hijau, merah, kuning, coklat keemasan hingga berubah coklat tua. Tampak di luar sesekali angin dingin berhembus meluruhkan daun-daun yang mulai kering, gugur satu persatu, berserakan di permukaan tanah.
Sampai ke satu topik tentang cemburu, saat salah satu dari kami mengutarakan perasaannya, tepatnya kegelisahannya. Rasa was-was jika suaminya diganggu wanita lain.
Lantas saya katakan, "bagaimana jika kamu di posisiku?"
"Itulah yang ada di pikiranku, kenapa kau baik-baik saja," jawabnya.
Kenapa saya kasih perumpamaan diri sendiri?
Dua tahun kemarin saya harus memutuskan kembali ke Jerman dengan putri kami. Hanya berdua saja, karena anak kami akan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah. Suami saya masih harus menyelesaikan pekerjaannya di Shanghai, dan dia harus memperpanjang tinggal di sana selama setahun.
Saya berpikir, anak kami akan memasuki sekolah baru. Tidak mengenal teman-temannya. Mungkin lebih baik jika dia mengikutinya sejak tahun pertama, daripada pindah dan menjadi anak baru di tahun ajaran kedua.
Tetapi ternyata pekerjaan suami masih belum selesai dan harus diperpanjang setahun lagi. Ia meminta izin kepada saya, untuk tinggal di sana lebih lama. Tidak ada alasan saya untuk tidak menyetujuinya, itu adalah tugas yang harus selesai dikerjakan.
Memang ada seorang wanita Indonesia yang mengatakan bahwa saya terlalu nekad membiarkan suami tinggal di Cina sendirian. Banyak wanita penggoda di sana, begitu katanya.
Lantas, apa dia yakin, suaminya yang selalu didampinginya itu dijamin setia?Â