Apa yang akan terjadi di hari-hari selanjutnya mungkin jauh lebih berat dari yang sedang kita alami saat ini. Mungkin, Allah hendak menyiapkan kita menghadapi itu dengan menyiapkan keluarga demi keluarga.
Dunia telah membuat manusia sibuk dengan urusan di luar rumahnya dan meninggalkan keluarganya. Anggota-anggota keluarga tercerai-berai dengan aktivitasnya masing-masing. Dunia telah merebut banyak kuantitas kebersamaan keluarga dan tidak semua keluarga berhasil menciptakan kualitas kebersamaan di tengah minimnya waktu yang tersisa.
Dengan dirumahkan, Yudi beroleh kesempatan menikmati banyak waktu bersama keluarga. Yudi juga seyogianya bersyukur bahwa meski mendapat PHK, Allah tetap membuka jalan bagi keluarganya untuk mengalirkan berkat-Nya dengan usaha yang dilakukan oleh istrinya.Â
Pada saat yang sama dia dapat menguatkan kualitas kebersamaan dirinya sebagai suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya dengan salah satunya bersama-sama mengerjakan usaha istrinya sebagai usaha keluarga. Namun sayang, dari menjadi orang merdeka yang dapat mengambil keputusan bagi hidupnya dan berarti bagi keluarganya, Yudi malah terjerat media sosial.
Tidak ada yang salah pada hal memiliki dan memfungsikan media sosial. Namun, kita tidak punya kewajiban untuk setiap hari lapor diri ke media sosial sebab kita bukan tahanan media sosial. Kita adalah orang-orang merdeka yang hidup di dunia nyata. Ada orang-orang nyata di sekitar kita, yakni keluarga atau orang-orang yang dengan mereka kita hidup bersama.
Terkadang, waktu untuk berbenah diri lebih sedikit dari pada waktu yang telah berlalu. Mungkin, waktu "di rumah saja" ini adalah kesempatan. Bukankah ada syair lagu berkata: "Harta yang paling berharga adalah keluarga"?
Salam, HEP.-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H