Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Hanyalah Sebuah Pensil

18 November 2019   04:56 Diperbarui: 18 November 2019   06:30 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: wallpapercave

Aku hanyalah sebuah pensil di tangan-Nya. Aku Diraut. Sakit. Sakit sekali. Aku menjerit, "Mengapa?"

Agar aku berguna. Tanpa diraut, aku hanyalah grafit berbungkus kayu yang tak berguna. Ada tetapi tiada. 

Aku harus berguna. Aku bukan untuk diriku sendiri. Aku harus berarti bagi kehidupan.

Aku Harus Tajam. Tak berhenti mengasah diri. Tak berhenti belajar. Tak berhenti sampai di sini. Dari titik ke titik. Dari lahir hingga mati aku harus terus belajar.

Aku Bisa Patah. Agar aku tidak menjadi sombong. Agar aku tidak mengangkat tumitku terhadap orang lain.

Aku bisa lemah. Aku bisa tak berdaya. Aku bisa sakit. Aku bisa menangis. Aku bisa jatuh. 

Sekejap Ia bisa mengambil sehatku. Seketika Ia bisa melenyapkan semua kebanggaanku.

Ia bisa mengempaskan segalanya. Sekonyong-konyong lenyap. Seakan itu tak pernah ada.

Aku tak boleh bermegah diri. Aku bisa patah.

Aku Mau Diubah-Nya. Pensil tak berkeras hati menganggap diri sudah benar. Ia mau diperbaiki.

Aku adalah pensil. Pensil yang bisa salah. Pensil yang bisa khilaf. Pensil yang bisa keliru. Grafit hitam itu dosaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun