Ada banyak hasil riset membuktikan, bahwa cuaca bisa memengaruhi emosi manusia. Berdiri berjam-jam di jalan beraspal di bawah terik matahari bisa membuat perubahan mood seseorang.
Mungkin itu yang membuat Aipda "R", Satlantas Polresta Bogor Kota, melakukan tindak kekerasan terhadap Kholil (25), seorang pengemudi ojek online (Ojol). Akan tetapi, apakah hanya faktor itu saja? Saya pikir, tidak. Sebab, tidak semua polisi Satlantas berlaku serupa R.
Sabtu (5/10) dunia maya dihebohkan dengan viralnya sebuah video kiriman masyarakat yang meliput aksi oknum polisi Satlantas yang menendang, memaki, dan memukul helm di kepala seorang pengemudi Ojol di hari yang sama sekitar pukul 11.30 WIB di dekat Tugu Kujang, Bogor, Jawa Barat.
Pasalnya, Kholil melanggar area steril yang akan dilewati oleh Presiden Joko Widodo yang sedang mengarah dari Halim Perdana Kusuma menuju ke Istana Bogor.
Menyadari bahwa ia telah melanggar area steril tersebut, dari jauh tampak Kholil berjalan menuju ke R dan seorang Polisi lainnya dengan mengatupkan kedua telapak tangannya, yang secara bahasa tubuh pada konteks itu adalah pertanda menyadari salah dan memohon maaf.
"Itu preman apa polisi?? Gw kira preman."
"Polisi kan emang preman berizin resmi... Semua orang udah tau kali..."
"Yang tugasnya mengayomi masyarakat malah jadi preman berseragam di masyarakat. Naas."
Ini bukan lagi soal cuaca; bukan soal panas atau hujan. Ini soal karakter. Entah apa yang diajarkan kepada para calon polisi saat menjalani pendidikan kepolisian sehingga arogansi atau keangkuhan seakan tidak jauh dari kepribadian oknum aparat.
Yang tidak melakukan perlawanan ditindaki secara kekerasan, bagaimana dengan mereka yang secara terang-terangan melakukan aksi perlawanan terhadap aparat saat demonstrasi? Arogansi itu justru semakin mendapat tempatnya bila ditantang.
"Polisi arogan? ... Kenapa harus kaget. Udah biasa kaliii..."
"Tumben gak dibilang HOAX."
Keduanya mendapat sanksi. Kholil mendapat sanksi penilangan, dan R diberi sanksi mutasi dari fungsi pelayanan ke bagian staf, yakni ke bagian admin Sumda (sumber daya), katanya, agar tidak bersentuhan dengan masyarakat karena emosi yang belum terkontrol.
"Klu gak viral mungkin gak minta maaf, pak polisinya. Citra polisi d mata masyarakat sangatlah buruk bukannya memberi pengarahan malah main hakim sendiri, coba klu yang nendang si ojolnya dah habis riwayatnya itulah fakta..."
"Polisi baik: 1. polisi tidur 2. patung polisi 3. polisi di tv."
Video selengkapnya:
Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.
Salam. HEP.-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H