Atau, contoh lain serupa ilusi adalah DPR. Disebut Dewan Perwakilan Rakyat. Realitasnya, mereka lebih sebagai Dewan Perwakilan Partai, sebab sikap dan keputusan mereka acapkali lebih mengedepankan kepentingan partai daripada kepentingan rakyat. Serupa ilusi, yakni seakan "ditipu" dengan kata 'rakyat'.
Sebenarnya ada contoh buktinya. Suara penolakan terhadap Revisi UU KPK begitu masif dari berbagai lapisan masyarakat. Para akademisi, serta pakar dan praktisi hukum pun bersuara. Akan tetapi, semua itu mereka anggap tidak pernah ada.
Bahkan, awalnya tidak satu pun fraksi di DPR yang menyuarakan aspirasi rakyat yang juga pernah begitu masifnya menolak revisi itu pada upaya revisi I (2017). Belakangan, barulah Fraksi Gerindra dan PKS tampil seolah ingin menjadi pahlawan - sayang - kesiangan.
"If you understand hallucination and illusion, you don't blindly follow any leader. You must know if the person is sane or insane."Â (Marguerite Young) [Jika Anda memahami halusinasi dan ilusi, Anda tidak secara buta mengikuti pemimpin mana pun. Anda harus tahu, apakah orang itu waras atau tidak waras]
***
"A hallucination is fact, not an error; what is erroneous is a judgment based upon it." (Betrand Russell) [Halusinasi adalah fakta, bukan kesalahan; yang salah adalah penilaian berdasarkan halusinasi]Â
Dua contoh:
Penilaian Berdasarkan Halusinasi Brand Rokok
Saya tidak lagi menyebut brand atau merek rokok yang sempat jadi polemik, karena kedua belah pihak yang berseteru telah bersepakat dengan kemenangan di pihak KPAI. Audisi Bulu Tangkis PB Djarum tetap berjalan tanpa logo dan merek "Djarum".Â
Syukurlah, sebab bila saya ikut berpolemik ketika itu, tujuannya adalah PB Djarum tidak berhenti berkiprah untuk ikut membina anak-anak negeri ini menjadi anak-anak yang sehat dan berprestasi di bidang olahraga bulu tangkis.
Kembali ke topik. Ada gambar rokok bermerek "XXX". Itu rokok. Ya, benar. Ada gambar rokok di situ. Walau wujud fisik rokok itu sendiri tidak ada, tapi gambar fisik rokok itu ada di situ.