Dia tidak mau pergi dari situ. Itu makam adiknya yang mati karena ditabrak motor. Dia terus di situ sambil "memeluk" adiknya. Gambar-gambar ini dibagikan oleh akun Twitter @kemiskiinan, Selasa, 30/7/2019.
Baca juga: Menengok Rumah Sakit Hewan Terbesar dan Terlengkap di Bandung Raya
Charles Darwin adalah ilmuwan pertama yang  mengangkat subyek penelitian perihal emosi pada hewan dan diteruskan oleh ilmuwan-ilmuwan lain hingga kini. Tidak sedikit hasil penelitian mereka menyimpulkan bahwa hewan juga memiliki emosi (perasaan). Akan tetapi, kesimpulan akan hal ini masih terus dikritisi agar tidak dijadikan sebagai suatu kepastian disebabkan besarnya faktor perspektif manusia di dalamnya.
Marc Becoff, Profesor Emiritus Ekologi dan Biologi Evolusi di Universitas Colorado, adalah salah satu ilmuwan yang juga secara khusus melakukan riset terhadap emosi hewan.
Baca juga: Mengapa Kita Tidak Tega Makan Daging Hewan Peliharaan Sendiri?
Meski sukses menghasilkan teori-teori tentang adanya emosi pada hewan berdasarkan hasil risetnya sehingga menjadi rujukan banyak karya ilmiah, tetapi pada salah satu tulisannya  yang populer di halaman Oxford Journal berjudul Animal Emotions: Exploring Passionate Natures, Becoff menyadari pula bahwa riset akan emosi hewan ini berhadapan pada kenyataan: "we can never really know that animals feel emotions".
Manusia memang memiliki sifat dasar ingin tahu. Akan tetapi, bagaimana pun, ada batas pengetahuan manusia, yakni hakikat manusia itu sendiri yang adalah ciptaan bukan pencipta. Cukuplah sampai berkuasa. Mahakuasa itu Allah. Cukuplah sampai berpengetahuan. Mahatahu itu milik-Nya.
Saya pikir, kita tidak harus menunggu bukti ilmiah akan kebenaran bahwa hewan memiliki emosi untuk membuat manusia tidak memperlakukan hewan dengan sewenang-wenang, tetapi juga dapat menghargai mereka sebagai ciptaan Allah.Â
Baca juga: Saat Hewan Menjadi Sumber Pundi-pundi