Berdasarkan data BPS hasil sensus 2010, bahwa jumlah populasi Kristen di Indonesia adalah 23.436.386 jiwa. Terdiri dari Protestan = 16.528.513 jiwa dan Katolik = 6.907.873 jiwa. Sangat sedikit, yakni hanya 10% dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 237.641.326 jiwa.Â
Walau hanya 10%, bila dikumpulkan di Monas, bisa melaut juga di situ. Lalu, apa? Apa yang mau ditunjukkan orang Kristen di situ? Bahwa, walau kecil, kita ada? Supaya dilihat oleh seluruh Indonesia bahkan dunia bahwa kita juga banyak? Besar? Hebat?Â
Bahkan sekalipun 10% itu berubah jadi 100%, itu sama sekali tidak perlu, sebab surga bukan kuantitas melainkan kualitas!
Kuantitas bukan tidak penting, tetapi kuantitas tanpa kualitas tidak ada artinya. Kuantitas masih harus menghasilkan kualitas. Bukan kualitas kegamaan semata melainkan juga kualitas diri, yakni kualitas pribadi yang mengalami perubahan dari manusia duniawi ke arah manusia surgawi.
Kualitas surgawi itu bukan hanya mendengar firman Tuhan tetapi juga melakukannya. Firman Tuhan menjadi daging, yakni menjadi bagian di dalam diri. Makin mendengar dan melakukan firman Tuhan akan makin mengalami perubahan pola pikir yang dipengaruhi oleh firman Tuhan itu.
Akan ada perubahan pola pikir yang negatif kepada yang positif. Cara pandang pun mengalami perubahan. Kualitas diri terus meningkat dengan perubahan tutur kata, sifat, tabiat, perilaku dan perbuatan.
Hidup menjadi serba positif. Pikiran positif, lisan positif, sifat positif, perilaku positif, dan perbuatan positif. Semua itu dari waktu ke waktu terus meningkat.
Oleh sebab itu, Gereja jangan buru-buru bangga dengan jumlah anggota jemaat yang besar, sebab besar pula tanggung jawab untuk mereka menjadi pribadi-pribadi yang berkualitas surgawi.
Ukurannya bukan pada jumlah yang besar, bukan pula pada sekadar keaktifan jemaat hadir beribadah dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan Gereja hingga tidak pulang-pulang ke rumah karena terus di Gereja, bukan pula pada kehebatan menghafal ayat-ayat Kitab Suci, dan sebagainya.
Namun, apakah setiap warga jemaat sudah terlihat mengalami perubahan hidup, yakni menjadi pribadi yang dibaharui oleh firman Tuhan? Atau justru sebaliknya, masih seperti sekian tahun lalu, tidak berubah, begitu-begitu saja?
Masih banyak yang harus terus dikoreksi pada hati, pikiran, ucapan, perilaku, sifat, tabiat, dan perbuatan kita guna berkualitas surgawi.