Bila saya mati nanti, jangan menaruh sepatu pada peti jenazahku. Mengapa? Saya tidak memerlukan itu di sana. Belikanlah untuk saya, tetapi berikanlah sepatu itu kepada orang yang membutuhkannya.
Sepatu itu hanya sampai di dalam kuburanku dan waktu merusaknya. Akan tetapi, sepatu itu berguna bagi yang masih hidup. Tidak bagi saya yang sudah mati.Â
Sepatu itu tidak mengubah kemiskinan mereka, tetapi sepatu itu akan memberikan setitik kebahagiaan yang membuat bibir mereka bisa tersenyum dalam kemiskinan.
Menarik dalam pengamatan saya, bahwa orang lebih bisa melakukan kebaikan kepada orang yang sudah mati daripada kepada orang yang masih hidup.
Ada seorang Bapak nyaris tidak pernah menggunakan jas dalam hidupnya atau lebih tepatnya saya tidak pernah melihat dia memakai jas. Ternyata bukan karena dia tidak mau, melainkan dia memang tidak punya jas.
Namun, ketika ia meninggal, ia mengenakan jas. Keluarganya yang mampu memberikan jas untuk dikenakan ke tubuhnya.
Pertanyaan: Mengapa jas itu tidak diberikan kepadanya pada saat ia masih hidup? Mengapa justru ketika ia sudah mati, orang mau memberikan dia jas?
Hal yang sama, "terkadang puisi nan indah dibacakan oleh anak-anak dengan berderai air mata di hadapan jasad ayah/ibu, tetapi kata-kata indah itu tidak pernah didengar oleh orangtuanya pada saat mereka masih hidup". Lihat pada:Â Ucapkan Hal yang Positif
Andai saja jas itu diberikan pada saat ia masih hidup, maka jas itu bisa dikenakannya pada saat ia beribadah atau menghadiri acara. Sekarang ia sudah mati. Untuk apakah lagi jas itu baginya?
Seakan kebaikan kepada orang mati akan membawa berkat yang besar bagi orang hidup, sementara kebaikan kepada orang yang hidup seolah merugikan. Orang bisa lebih punya ikhlas terhadap kedukaan daripada untuk kehidupan.
Adalah tidak salah bila kita memberikan yang terbaik kepada mereka yang telah meninggal, tetapi itu juga harus kita lakukan pada saat ia masih hidup.