Mohon tunggu...
Thomas HenkB
Thomas HenkB Mohon Tunggu... Insinyur - Insan Sumber Daya Air. Any question about water resource?

Lets Think Simple.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Maafkan atau Tidak?

22 Januari 2024   13:03 Diperbarui: 26 Maret 2024   09:06 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: freepik

Tahukah Readers bahwa sesungguhnya maaf yang kita berikan itu pada dasarnya hanya bermanfaat untuk kita sendiri (yang memberikan maaf), dan tidak berdampak apa pun kepada orang lain? Adalah kekeliruan besar bila kita berpikir bahwa dengan memaafkan maka kita akan dirugikan. Dan yang seringkali menjadi keliru adalah menafsirkan bahwa maaf itu hanya akan melepaskan orang lain dari kesalahannya. Memaafkan sangat berbeda dengan mengampuni. Seseorang yang berjiwa besar akan memahami bahwa sebenarnya kita (sebagai seorang manusia) tidak memiliki kuasa untuk mengampuni, dalam arti menghapus kesalahan seseorang. 

Untuk lebih memahami, pertama-tama Penulis akan menguraikan proses terjadinya "memaafkan" secara bertahap. Terkadang kita merasa tersakiti, baik oleh manusia lain, hewan, atau bahkan benda mati juga dapat kita anggap menyakiti diri kita, misalnya air hujan yang membuat kita jatuh terpeleset. Atau bahkan benda yang tidak berwujud seperti waktu, terkadang kita persalahkan. Tahap selanjutnya yang adalah respon alami tubuh kita (reaksi) yang sering disebut sebagai emosi yang dapat berwujud amarah, kesal, kecewa, kesedihan, dan lain sebagainya. Emosi tersebut timbul akibat pelepasan hormon seperti serotonin, adrenalin, dopamine, dan oxytocin sebagai respon alami tubuh atas suatu kejadian. Menurut Dr. Jill Bolte Taylor dari Harvard, bahwa "Ketika seseorang bereaksi (emosi terpicu) terhadap suatu hal pada lingkungannya, terjadi 90 detik proses kimia dalam tubuhnya, dan setelah itu respon emosi yang masih ada hanyalah pilihan orang tersebut untuk tetap dalam emosi tersebut." Nah, opsi memaafkan atau tidak seringkali terlintas di benak kita setelah 90 detik proses alami tersebut terlewati. Apabila kita memutuskan untuk memaafkan (choose to forgive) maka emosi (rasa marah, dendam, benci) pada diri kita tersebut akan kita lepaskan. Begitulah kira-kira proses dimana kita sampai pada opsi memaafkan atau tidak terhadap seseorang atau suatu hal, dimana orang tersebut belum atau tidak mengajukan permintaan maaf kepada kita.

Nah, bagaimana kalau ada seseorang yang meminta maaf kepada kita? Permintaan maaf yang diajukan oleh seseorang sesungguhnya adalah pernyataan bahwa dia ingin merubah dirinya, sehingga tidak perlu jawaban "dimaafkan" atau "tidak dimaafkan". Orang yang menyadari kesalahannya dan berniat memperbaiki dirinya, lalu mengucapkan permintaan maaf yang sebenarnya untuk menunjukkan sikap menghormati atau menghargai orang lain, tidak lebih dari itu. Apakah maafnya diterima atau tidak, seyogyanya tidak akan mempengaruhi niatnya untuk memperbaiki diri. Yang keliru adalah apabila seseorang meminta maaf dengan tujuan untuk merubah sikap/penerimaan/pandangan orang lain terhadap dirinya tanpa mau merubah dirinya sendiri. 

Perlu kita pahami bahwa "Forgiveness is a choice, but it is not an option", seperti yang ditemui dalam artikel LITTLE THINGS WITH GREAT LOVE yang bertajuk "Forgiveness is not an option", serta oleh The Forgiveness Foundation dengan tajuk yang sama.  Emangnya hal ini penting? Tentu saja, karena esensi dari memaafkan itu ada di sini.  Pertama-tama kita akan membahas bagian "Forgiveness is a choice" dulu. Choice berasal dari bahasa Perancis choisir, dan dalam bahasa latin berbunyi electio, yang artinya memilih. Choice merupakan keputusan yang kita ambil, yang artinya bahwa kita tidak perlu memutuskan untuk memilih antara memaafkan atau tidak, tapi kita memutuskan untuk berbuat sesuatu. Misalnya setelah rasa marah akibat terpeleset karena hujan, alih-alih kita memikirkan apakah akan memaafkan hujan atau tidak, kita memutuskan untuk lebih berhati-hati selanjutnya saat berjalan di kala hujan. Sama seperti saat rekan kantor mengolok-olok kita karena datang terlambat ke kantor, alih-alih berpikir memaafkan dia atau tidak, kita memutuskan untuk berbuat sesuatu yang lebih meningkatkan output kinerja di hari itu untuk perusahaan.

Perlu disadari bahwa "Forgiveness is a choice" ini bukan merupakan pelarian dari suatu masalah, namun merupakan sesuatu tindakan dalam rangka menyelesaikan masalah atau memperbaiki suatu keadaan. Kita tidak perlu terjebak pada memaafkan atau tidak, dan lebih berfokus bagaimana menyelesaikan masalah maupun tantangan yang kita hadapi, setelah melewati rasa marah, kesal, rasa diperlakukan tidak adil, dan sebagainya tersebut. Kita tidak dapat merubah orang lain. Yang dapat kita lakukan hanyalah merubah diri kita sendiri, dan berharap agar orang lain dapat berubah seiring perubahan diri kita (apabila kita berkehendak atau berkeinginan demikian), maupun tidak berharap lagi akan perubahan pada diri seseorang. Pengharapan ini erat kaitannya dengan doa dan kasih, dalam rangkaian love-hope-pray.  

sumber gambar: freepik
sumber gambar: freepik

Selanjutnya, "Forgiveness is not an option" berarti seseorang tidak perlu memilih apakah dia akan memaafkan atau tidak memaafkan. Option sendiri berarti pilihan yang tersedia. Memaafkan atau tidak bukanlah pilihan yang tersedia. Memaafkan adalah suatu keputusan, bukan pilihan untuk memafkan atau tidak. Memaafkan berdampak hanya untuk diri kita sendiri (yang memberi maaf), sehingga akan lebih baik apabila seseorang memutuskan untuk tidak berurusan dengan maaf atau tidak, daripada memilih untuk tidak memaafkan. Karena memaafkan adalah pelepasan emosi negatif, dan tidak ada manfaat yang kita peroleh apabila kita mempertahankan emosi negatif tersebut, maka disebut "Forgiveness is not an option", yang artinya tidak ada manfaatnya untuk menimbang-nimbang antara maafkan atau tidak.

Di balik semua itu, kita bisa saja menjadi lebih efisien, yakni dengan pengelolaan emosi yang baik. Dengan pengelolaan emosi yang baik, kita bahkan tidak akan berpikir disakiti atau dilecehkan  atau direndahkan orang lain, sehingga tidak sampai pada pemikiran memaafkan atau tidak. Namun, untuk case yang signifikan, ingatlah bahwa kita hanya mampu merubah diri kita sendiri. Hal ini agar kita tidak mengalami stress berkepanjangan yang akan menurunkan produktivitas kita. 

Demikian sekilas tentang esensi dari maaf, baik meminta maaf maupun memaafkan, semoga bermanfaat.....

Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun