Ketiga, pertimbangan mudik sebaiknya direncanakan jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan dengan menabung secara khusus. Dengan demikian, kita bisa memproyeksikan biaya transportasi dan akomodasi yang harus dikeluarkan untuk kegiatan mudik ini. Kegiatan mudik bagi keluarga memang sangat penting. Apalagi jika lokasi mudik jauh dan jarang berkesempatan untuk mudik. Namun, pertimbangan secara finansial, keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi kita dan anggota keluarga hendaknya lebih diutamakan. Apalagi dalam situasi yang masih pandemi seperti sekarang.
Apabila memang tidak memungkinkan untuk mudik maka sebaiknya kita tidak memaksakan diri. Ada banyak cara untuk menggantikan kegiatan mudik dengan memanfaatkan teknologi informasi, seperti menggunakan call, video call, zoom, google meet, dan sejenisnya yang bisa dilakukan dengan menggunakan gagdet/laptop. Setidaknya, hal ini bisa mengobati kerinduan untuk bertemu dengan orang tua dan sanak famili serta kerabat. Saya tertawa ketika melihat sebuah vlog di Youtube yang mengatakan mudiknya diganti dengan transfer saja. Konten bercandaan itu menurut saya lebih realistis dan masuk akal untuk kondisi saat ini.
Terakhir, sebaiknya kita tidak menghabiskan seluruh gaji dan THR dan menyisihkan untuk memenuhi kebutuhan paska puasa dan hari raya. Sebelum menerima uang gaji bulan berikutnya. Ini merupakan hal yang sepele tetapi sering terabaikan. Fenomena di masyarakat, ketika mendekati hari raya, mereka beramai-ramai membeli gagdet yang  bagus dan keluaran terbaru. Harga tidak menjadi masalah. Namun setelah hari raya usai, kepemilikan gadgetpun harus berakhir karena dijual kembali untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sungguh ironis.
Bagi mereka yang ASN atau karyawan yang berpenghasilan tetap lainnya, mungkin tidak terlalu bermasalah. Besar tidaknya gaji itu relatif sesuai dengan sudut pandang masing-masing orang. Namun, untuk mereka yang berwiraswasta (skala kecil) dan berpenghasilan tidak menentu, tindakan gegabah dalam segi finansial sebaiknya dihindari.Â
Bukankah rezeki itu sudah diatur oleh ALLAH SWT ? Saya setuju dan itu sangat benar adanya. Namun, manusia memiliki akal dan pemikiran untuk mengelola rezeki (secara finansial) dari Sang Maha Kuasa secara bijak agar tidak mengalami permasalahan di kemudian hari. Sekaligus, ini merupakan wujud rasa syukur kita kepada Sang Khalik. Bagaimanapun, sikap boros dan berlebihan itu temannya setan. Ingat QS. Al-Isra' : 26-27 yang berbunyi "Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H