Sesuai foto di atas, anak saya ada dua dan itu laki-laki semua. Yang sulung sekarang jauh dari saya. Dia belajar sekaligus masuk ke pondok pesantren di daerah Jawa Timur. Sebenarnya pas awal Ramadhan ini, sekolahnya libur.Â
Akan tetapi, mengingat sebentar lagi juga dia akan libur kenaikan kelas, maka kami memilih membiarkannya di sana dan tidak menjemputnya pulang. Daripada bolak-balik, karena libur awal puasa saja sebentar, lalu dia masuk sekolah lagi dan ada sesi pondok Ramadhan yang wajib diikuti.Â
Alhasil hanya kami bertiga di Surabaya yang menjalankan ibadah puasa di rumah. Dikuat-kuatin juga namanya emak-emak, ya berlinang juga air mata nih pas acara sholat tarawih di malam Ramadhan pertama. Perasaan udah berusaha biasa aja, pakai logika kalau nih anak sedang menuntuu ilmu jadi nggak usah dipikirin. Udah gede juga.Â
Eh tapi, di beberapa rakaat akhir sholat tarawih kok ya mendadak kelintas wajah nih anak di deretan jamaah laki-laki. Jadi maknyes kan di hati ini. Saya dah berusaha menghalau lintasan visualisasi imajiner itu, tapi ya gagal.Â
Mungkin, untuk emak-emak yang jauhan sama anaknya pasti tahu ya rasanya. Mau dikemas dengan bahasa apapun, intinya kami ini hanyalah ibu yang merindu.Â
Berkali-kali saya mengusap air mata yang tanpa mau kompromi sama sekali dengan perintah otak saya untuk berhenti mengalir. Sampai beberapa anak gadis cilik di depan saya, menatap heran dan curiga melihat saya mendadak "nyedot-nyedot ingus" kayak orang pilek gitu.Â
Sesampai di rumah saya sampaikan hal ini ke suami. Dan dia cuma bisa diam.Â
Pasti, dia juga sedang merindu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H