Mohon tunggu...
Hening Nugroho
Hening Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Laki-laki

Menulis itu sederhana Ig @hening_nugroho Waroenkbaca.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Narasi Luka dan Puisi: Kritik atas Estetika dan Pesan Sosial dalam Film "Puisi Tak Terkuburkan"

7 September 2024   19:47 Diperbarui: 8 September 2024   07:12 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film "Puisi Tak Terkuburkan" (2000), karya Garin Nugroho, menawarkan perspektif mendalam tentang luka sejarah Indonesia melalui pendekatan artistik yang unik dan reflektif. Film ini menggali kompleksitas pengalaman manusia dalam menghadapi tragedi politik tahun 1965 dengan teknik naratif yang tidak konvensional.

 Melalui monolog puitis dan visual hitam-putih, "Puisi Tak Terkuburkan" bukan hanya sekadar kisah tentang trauma sejarah; film ini adalah sebuah pengalaman sinematik yang memicu perenungan mendalam. Kritik ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana estetika dan tema dalam film ini berperan dalam menyampaikan pesan sosial dan politik yang tajam. 

Film ini bisa diakses di beberapa platform streaming seperti MUBI, yang menyediakan berbagai film seni dan independen dari seluruh dunia, termasuk karya Garin Nugroho ini.

Sebagai sebuah karya yang menjadikan puisi sebagai inti narasinya, "Puisi Tak Terkuburkan" memperlihatkan struktur cerita yang berbeda. Film ini menampilkan Ibrahim Kadir, seorang seniman tradisional dari Aceh, sebagai karakter utama dan narator, yang membagikan pengalamannya saat ditahan tanpa pengadilan yang adil selama periode kekerasan politik tahun 1965. 

Monolog puitis yang dilontarkan oleh Ibrahim Kadir tidak hanya menyampaikan cerita, tetapi juga menggambarkan penderitaan dan keputusasaan yang dialami banyak orang pada masa itu. Dengan menggunakan puisi sebagai sarana utama bercerita, Garin Nugroho menciptakan sebuah film yang melampaui batas visual dan dialog biasa; ia menjadi sebuah pengalaman yang memancing emosi dan perenungan mendalam dari penonton.

Salah satu elemen penting dalam "Puisi Tak Terkuburkan" adalah penggunaan visual hitam-putih. Pilihan estetika ini bukan hanya memberikan nuansa artistik yang kuat, tetapi juga memperkuat tema tentang ketidakadilan dan kegelapan sejarah. Warna hitam-putih menciptakan atmosfer yang melankolis dan penuh intensitas, mempertegas suasana suram dan beban emosional yang dihadapi para korban. 

Dengan menghilangkan warna, penonton lebih diarahkan untuk memperhatikan ekspresi wajah, gerak tubuh, dan detail-detail kecil yang mungkin terabaikan dalam film berwarna. Pilihan ini menegaskan bahwa luka dan penderitaan yang terjadi tetap hidup dalam ingatan kolektif, sebuah pesan kuat bahwa sejarah kelam tak mudah dilupakan.

Teknik sinematografi dalam "Puisi Tak Terkuburkan" sangat mendukung pendekatan estetika yang digunakan. Kamera sering kali diam dengan komposisi gambar yang sangat terukur, mengarahkan perhatian penonton pada karakter dan perasaan mereka. Teknik ini menciptakan pengalaman menonton yang intim, di mana setiap emosi yang diungkapkan karakter dapat dirasakan oleh penonton. Dengan teknik pengambilan gambar yang minim gerakan ini, film memberi ruang bagi puisi untuk bersinar, memastikan bahwa setiap bait mendapatkan perhatian penuh.

Pengembangan karakter dalam film ini juga berbeda dari pola tradisional. Ibrahim Kadir sebagai protagonis tidak mengalami perkembangan karakter yang signifikan seperti umumnya ditemukan dalam film. Ia tetap menjadi simbol memori pahit dalam sejarah, tanpa adanya transformasi besar. Hal ini sejalan dengan pendekatan naratif puitis film, di mana setiap puisi yang dilantunkan membawa lapisan emosi yang berbeda. Kadir, dalam perannya, menjadi perwakilan dari pengalaman kolektif mereka yang mengalami penahanan dan kekerasan, memperkaya narasi dengan kedalaman trauma yang dialami oleh banyak korban.

Tata panggung (mise-en-scne) juga memainkan peran penting dalam menciptakan atmosfer film yang khas. Set terbatas dan ruang tertutup menciptakan nuansa ketegangan dan claustrophobia, menggambarkan suasana kamp tahanan dengan sangat nyata. Setiap elemen desain set dan kostum memperkuat gambaran kehidupan di kamp tahanan---sederhana namun penuh tekanan. Efek suara yang minimal, seperti suara angin atau langkah kaki, menambah intensitas suasana hening yang mencekam. Elemen ini semakin memperdalam pengalaman emosional penonton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun