Indonesia merupakan negara yang sangat rentan akan bencana alam, Banjir, Longsor, Kebakaran Hutan, Tsunami dan Gempa Bumi. Peristiwa-peristiwa itu secara langsung dan jangka panjang berakibat buruk bagi masa depan anak-anak. Bencana alam yang terjadi mengakibatkan kerugian yang luar biasa, baik kerugian materi maupun kerugian psikis.
Dampak psikis akan meninggalkan trauma yang mendalam bagi korban bencana alam, terutama anak-anak yang merupakan golongan sangat rentan sekali terhadap trauma. Karena anak-anak yang masih dalam proses perkembangan awal akan menyimpan seluruh kejadian dalam memorinya dan akan mempengaruhi tingkah laku di kemudian hari. Untuk membantu penderita traumatik adalah melakukan konseling.
Konseling traumatik sangat urgen sekali peranannya dalam pemberian bantuan bagi korban bencana alam khususnya bagi anak-anak. Konseling Traumatik diiperuntukan untuk kondisi trauma yang masih dalam batas kecemasan ringan dan sedang, seperti ketakutan yang berlebihan, phobia dan sebagianya.
Konsep konseling traumatik menggunakan berbagai pendekatan yang disesuaikan kepada tingkat kebutuhan korban bencana alam, dengan demikian ketika konseling traumatik digunakan untuk anak-anak maka pelaksanaannya berlandaskan tingkat perkembangan dan kebutuhan psikologis anak sehingga konseling traumatik akan tepat pada sasarannya.
Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata Trauma digunakan untuk menggambarkan kejadian atau situasi yang dialami oleh korban. Kejadian atau pengalaman traumatik akan dihayati secara berbeda-beda antara individu yang satu dengan lainnya, sehingga setiap orang akan memiliki reaksi yang berbeda pula pada saat menghadapi kejadian yang traumatik.
Ada beberapa ciri trauma:
1.Disebabkan oleh kejadian dahsyat yang mengguncang di luar rencana dan kemauan kitaÂ
2.Kejadian itu sudah berlalu3
.Terjadi mekanisme psikofisik : kalau tidak melawan maka saya akan binasa
4.Sensitif terhadap stimulus yang menyerupai kejadian asli. Contohnya : korban gempa hanya mendengar bunyi tertentu saja maka dia akan ketakutan karena ia secara otomatis mengasosiasikan bunyi itu dengan kejadian yang mengguncang dirinya.Â
Manusia yang mengalami kejadian yang hebat dalam hidupnya ini akan mengalami trauma begitu hebat, kecemasan-kecamasan yang berlebihan yang membuat kehidupan mereka terganggu. Perasaaan ketakutan ini akan membentuk sebuah Pola respon cemas
( Anxiety Response Pattern)
merupakan gangguan kecemasan yang dialami seseorang dan kecemasan itu tidak dapat dilukiskan secara obyektif apa yang dirasakannya.Â
Dalam setiap bencana alam yang terjadi, kondisi trauma yang paling sering terjadi adalah pada diri anak-anak. Anak-anak sangat rentan sekali untuk terkena trauma. Selain kondisi psikologis mereka yang masih sangat membutuhkan perlindungan, anak-anak juga sangat membutuhkan kondisi-kondisi yang nyaman dan tenang untuk mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Kesulitan dan penderitaan pada anak-anak tersebut membutuhkan penanganan langsung untuk pemulihan ke arah kehidupan yang normal, serta perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan terjadinya hambatan psikologis karena masalah-masalah psikososial tersebut. Penanganan yang dilakukan oleh berbagai pihak selama ini dirasakan bermakna untuk memulihkan kondisi mereka untuk dapat hidup secara normal dan memberikan dukungan untuk tumbuh secara positif.Â