Mahasiswa Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka II melakukan kunjungan ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda beserta Goa Jepang dan Goa Belanda yang ada di dalam lingkup Taman Hutan Raya ini. Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda beralamat di Kompleks Tahura, Jl. Ir. H. Juanda No.99, Ciburial, Kec. Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tidak hanya Goa Jepang dan Goa Belanda, di dalam lingkungan Tahura ini juga terdapat curug, penangkaran rusa, museum, dan juga tebing keraton. Taman Hutan Raya ini menjadi tempat yang cocok dan bagus untuk rekreasi edukasi.
Sejarah Singkat Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda
Awalnya Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah bagian dari area kelompok Hutan Lindung Gunung Pulosari yang kemudian dialih fungsikan sebagai Taman Wisata Alam Curug Dago. Dari Taman Wisata Alam Curug Dago kemudian diubah dan difungsikan lagi menjadi Hutan Raya. Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda diresmikan pada 14 Januari 1985 dan menjadi Taman Hutan Raya pertama yang ada di Indonesia.
Sejarah mencatat ketika peresmian tahura, presiden yang memimpin pada saat itu memberikan peringatan tentang pelestarian alam untuk menjaga lingkungan agar tetap terjaga hingga generasi selanjutnya. Menteri kehutanan pada saat itu juga menyampaikan bahwa akan menjadikan Tahura sebagai lab untuk penelitian dan sumber pelestarian plasma Nutfah.Wakil Gubernur Jawa Barat Bidang I menyampaikan tujuan dari dibentuknya Tahura ini, yaitu untuk mencetak dan menumbuhkan jiwa kepahlawanan pada, memfasilitasi kebutuhan pengetahuan terhadap penelitian ilmiah, menciptakan lingkungan hidup, dan menciptakan wisata rekreasi yang sehat.
Sejarah Singkat Goa Jepang di Tahura
Goa Jepang berada di dalam lingkungan Tahura Ir. H. Djuanda dan terletak tidak jauh dari Goa Belanda. Sejarah mencatat, ketika angkatan perang Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada pasukan tentara jepang di Balai Kota Bandung, Jepang segera membangun goa tambahan untuk pertahanan diri di Pakar. Goa yang dibangung oleh Jepang ketika semua instalasi militer Hindia Belanda dikuasainya ini dikenal dengan sebutan Goa Jepang. Sejarah menyatakan, pembuatan goa ini dikerjakan secra paksa oleh tenaga kerja dan disebut sebagai "romusa" atau "Nala Karta". Goa ini juga menjadi saksi bisu ketika pasukan militer Jepang membunuh pekerja romusa sekaligus tempat tentara Jepang terbunuh oleh sekutu di saat kekalahannya.
Tempat ini tidak dilapisi semen di seluruh temboknya dan tidak memiliki listrik. Bagian dalam goa Jepang ini terdapat banyak lorong dan ruang yang digunakan sebagai markas dan penyimpanan peralatan dan logistik untuk kepentingan militer. Terdapat 18 bunker yang masih dalam keadaan sama seperti aslinya dengan fungsi yang berbeda. Bunker yang ada dibangun dengan jarak berdekatan, sekitar 30 meter. Goa ini mempunyai empat pintu masuk dan dua lubang penjagaan, yang semuanya menyambung, serta memiliki kamar yang diperkirakan sebagai tempat para panglima perang istirahat.
Proses pembangunan goa ini pun tidak selesai dilanjutkan karena Jepang sudah mendapatkan kekalahannya dan proses pembangunan tidak dilanjutkan dan ditinggalkan. Goa Jepang ditemukan kembali pada tahun 1965 lengkap dengan seluruh isinya. Hingga saat ini bangunannya belum direnovasi sama sekali dan dialih fungsikan sebagai destinasi wisata rekreasi dan edukasi.
Daftar Referensi dan Pustaka