Ini adalah kisah nyata teman di sebuah kota kecil Pematangsiantar, antara Medan dan Parapat tahun 1991. Tulisan ini adalah murni tulisan dia, saya hanya membantu share di sini.
Dulu ketika masih SMA... mencontek telah menjadi budaya yang menjamur. Apakah karena takut akan ancaman nilai ujian yang buruk, atau apakah karena kesal dengan nilai ujian murid yang jujur ternyata lebih rendah daripada nilai murid yang mencontek, atau apakah karena seringkali murid yang mencontek toh ternyata tidak ketahuan dan sekolah toh tidak memiliki sanksi yang ketat akan mencontek... Atau apakah karena ketiga-tiganya benar sehingga mencontek menjadi hal yang lumrah ... aku tidak tahu...
Satu hari sebelum ujian, seluruh kelas telah mempersiapkan segalanya.. kertas berisi rangkuman catatan yang dilipat kecil dan disembunyikan di dalam lipatan baju, perjanjian-perjanjian dengan murid lain untuk mensharing jawaban, dan sementara murid-murid lain yang lebih beruntung mengandalkan tempat duduknya yang berdekatan dengan murid yang bernilai bagus.
Semua telah selesai. Dan seluruh kelas tinggal menunggu jawaban dari pertanyaan yang ada di hati semuanya: "Siapakah yang menjadi guru pengawas ujian kali ini? Guru yang ketat? Atau guru yang cuek seperti kebanyakan?"
Tak disangka, hari itu guru yang menjadi pengawas adalah seorang guru pria muda yang dikenal memiliki integritas tinggi. Selama ini guru muda tersebut tidak pernah menjadi guru pengawas. Para murid menduga-duga apakah guru ini akan ketat atau apakah mereka akan punya kesempatan untuk mencontek. Para murid bingung... kalau tidak mencontek, tentu sayang karena semuanya telah dipersiapkan.... Kalau mencontek.. tentu malu dengan guru tersebut kalau ketahuan.
Setelah memandang mata seluruh murid-muridnya... Sang guru dengan tenang mengambil kapur dan menulis di atas papan tulis "MENCONTEK HANYA ADA DALAM KAMUS ORANG-ORANG PENGECUT..." Setelah itu sang guru menyerahkan bungkusan kertas ujian kepada ketua kelas untuk dibagikan. Sang guru duduk diam dan mempersilahkan semua murid untuk memulai ujian.
Hari itu... aku melihat keajaiban..... Kelas itu.. mengerjakan semua soal yang ada tanpa mencontek... Dan sejak hari itu... aku tidak pernah lagi mencontek..... Aku tidak butuh pengawas dan aku tidak butuh hasil ujian yang lebih tinggi dari yang seharusnya aku dapatkan. Seorang guru yang masih sangat muda telah membuka mataku. Integritas tidak butuh pengakuan dari orang lain.
Guru muda itu bernama Ralin Sitorus... sarjana yang hanya memerlukan 4 tahun untuk lulus dari jurusan Ekonomi di kampusnya.
Aku hanya menulis ini dengan rasa terima kasih dan rasa hormat yang sedalam-dalamnya kepada bapak Ralin Sitorus, dengan sedikit harapan agar para orang tua dan para guru bisa mengerti bahwa anak kita butuh panutan dan teladan. Tidak akan ada hukum dan peraturan yang akan berjalan baik tanpa ada teladan dari orang yang memberikan hukuman. Manusia yang berintegritas tidak akan menaati jabatan, posisi, gelar, ataupun kekuasaan. Manusia yang berintegritas akan menaati seorang teladan yang memberikan contoh yang baik.(JW)
Semoga dari kisah ini semakin menginspirasi kita untuk tanamkan kejujuran dan kebersihan hati. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H