Mohon tunggu...
Heni Purwaningsih
Heni Purwaningsih Mohon Tunggu... -

saat senja ku berdiri \r\nberhadap ombak dipesisir pantai \r\nsaat damai ku lalui \r\nSyukur dapat ku melihat hari ini\r\nesok dan sampai akhir ku MATI tak sanggup berkarya lagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Butir Kerinduan

16 Maret 2012   03:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:59 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_156738" align="alignnone" width="464" caption="image : google"][/caption] Awan kelabu menghadang, mulai melapangkan sayapnya tuk menghalangi hangatnya sinar matahari. Angin pun serasa berhenti berhembus sesaat. Untuk kemudian berhembus kembali mempermainkan dedaunan kering. Suara bising tukang las, bunyi kenalpot kendaraan dan suara para penjuang menjadi nada indah dalam kehidupannya setiap pagi. Tidak lagi terdengar suara celoteh burung, kupu-kupu terbang beraneka warna menari-nari diatas bunga-bunga yang tengah bermekaran. Tidak ada lahan, tidak ada kehidupan. Dunia ini makin tua dan makin memilukan. Ia berdiri di samping jendela pagar. Tidak ada lagi yang special dalam hidupnya. Melihati hiruk-pikuk jalan membuatnya melepaskan segala kegalauan hati. Ia tatap bingkai foto yang nampak usang dimakan debu dan tidak terurus. Disapunya debu penutup wajah seorang di foto itu. Ia sempat terbatuk-batuk sejenak. Perlahan profil wajah itu terlihat jelas di pelupuk matanya. Ia tarik napasnya dalam, kemudian ditatapnya foto itu dengan mata terbelalak, mulai berkaca-kaca seakan air mata tidak mampu dibendungnya lagi. Tangannya mulai gemetaran, memegangi bingkai foto yang sudah lama disimpannya jauh-jauh dari pandangannya. Jantung serasa di tusuk seribu belati. Bahunya mulai gemetar menahan tangisan yang tidak lagi dapat tertahankan. Bingkai foto itupun basah oleh air matanya yang mengalir deras. "Masihkah aku sanggup menghadapi semua ini?" Gumamnya mengelus mesrah kearah wajah dalam foto itu. **** Kematian Chiicel baginya adalah hal yang menyakitkan. Mengenangnya kembali sama saja membuka tabir kepedihannya. Cintanya kepada Chiicel terlalu besar hingga ia tak sanggup untuk melupakan satu detik saja harinya yang ia lalui bersama Chiicel. Ingatannya terhadap ribuan kenangan bersama Chiicel serasa melihat kembali putaran-putaran potongan film rimantic-nya bersama sang kekasih. Siang itu Anna duduk menepi di taman kampus. Menatap buku yang sedari tadi membuat matanya serasa kering. Namun ia tetap penasaran untuk menyelesaikan buku yang ada di hadapannya. Suara-suara tawa, obrolan dan jeritan di sekelilingnya serasa seperti menggelitik di telinganya walau ia tidak dapat mendengar setiap butir yang mereka bicarakan. Ia hanya fokus pada dunianya sendiri. Ia terus memanjakan matanya untuk terus menyelami buku yang menyeretnya pada daya khayal tingkat tinggi. Ia pun melupakan matanya yang mulai mengering ketika sang penulis membawanya pada situasi romantis, yang ada dibenaknya hanya bayangan dirinya bersama Chiicel. Pria sipit, putih dan tinggi benar membuatnya jatuh hati. Ia pun melebarkan senyum membayangkan Chiicel duduk disampingnya membiarkan setiap jemarinya membelai mesrah di pundaknya, yang menyisahkan butir-butir kerinduan. Anna terdiam sejenak. Ia serasa ada tawa kecil berada di belakang tubuhnya. Ia melengok ke kanan tidak ada , hanya ada gerombolan mahasiswa lain yang tengah asik kumpul di bawah pohon yang rindang. Ke kiri, pun tidak ada hanya terlihat jalan setapak yang berkerikil teratur begitu indah. Anna pejamkan matanya sesaat dan ditariknya napas dalam-dalam. "Tenanglah." Katanya lirih. Kemudian terdengar lagi, ia rasakan ada hembusan napas yang terasa hangat dibelakangnya bersama suara tawa. Anna diam, tidak lama tiba-tiba sebuah tangan lembut meralih kedua bola matanya dan di tutup hingga yang ia rasakan hanya kegelapan dan dingin dari tangan lembut tersebut. Ia rabah-rabahkan jemarinya kearah jemari-jemari yang menutupi kedua matanya. "Chiicel." Katanya. Ia hanya mendengar suara tawa. Masih gelap yang ia rasakan. "Diam yah." "Oke." Kata Anna menurut. "Tarammmmmmmmm...... Kejutan." Kata Chiicel membuka mata Anna, di tangannya sudah ada satu kotak kecil berwarna merah meronah dengan bentuk love." Happy brithday, my lovely." Lanjutnya mengecup kening Anna begitu mesrahnya. Anna terdiam, ia biarkan butir harapannya melambung ke awan bersama bidadari-bidadari. Bahkan ia pun tidak menyadari hari itu tanggal 19 Mei hari ulang tahunnya. Senyumpun merekah di wajah Anna, dengan pipi mulai kemerahan melihati senyum Chiicel yang jauh lebih membahagiakan jiwanya. "Thanks." Jawab Anna singkat. "Aku pakaikan yah." Kata Chiicel membuka kotak itu, yang berisi kalung liontin bertuliskan Anna. Anna biarkan hari itu berlalu begitu indah baginya, ia berusaha untuk tidak bergerak dan memejamkan matanya karena ia takut itu hanya sebuah mimpinya. Setidaknya jika itu hanya mimpi dan daya khayalnya ia masih bisa merasakan setiap butir kebahagiaannya. "Cantiknya." Kata Chiicel menatap Anna dengan memegang kedua belah pipinya." Tapi, tunggu dulu." Lanjut Chiicel masih menghadap kearah Anna. "Apa?" Tanya Anna memegang tangan Chiicel dan meremasnya lembut. "Ada kejutan lain." kata Chiicel kembali mengecup kening Anna." Ayuk ikuti aku." Lanjut Chiicel menggandeng tangan Anna. Anna menurut saja akan perintah Chiicel hari itu. Ia tidak memerdulikan setiap orang yang ada disampingnya. Ia berjalan bersama chiicel dengan sejuta kebahagiaan. Anna hanya tidak ingin hari itu berlalu begitu cepat dalam kehidupannya. Chiicel mengenakan helem ke kepala Anna dengan senyum yang selalu membuat Anna tidak sanggup untuk menahan rasa tawanya mengembang. Karena saat Chiicel tersenyum matanya yang sipit makin menghilang. Lucu sekali menurutnya. "Terimakasih." Kata Anna. "Oke, siap kan diri kamu tuan putri." Kata Chiicel mulai memutar kunci motor." Siap meluncur ke taman langit?" Lanjut Chiicel. Anna menggaggukkan kepalanya. "Oke deh, pegangan yang kencang yah." Mereka pun melaju dengan kecepatan sedang. Anna serasa menaiki kuda poni bersama seorang pangeran yang begitu tampan. Namun senyum bahagia dan tawa sepanjang perjalanan menjadi sebuah kepanikan. Chiicel hilang kendali di tikungan tajam yang menanjak, Chiicel mencoba menghinari sebuah lubang yang lumayan besar dan sebuah truk yang nampak ugak-ugalan dari arah berlawanan. Hingga kecelakaan itu tidak dapat di hindari. Chiicel terpelanting jauh, tubuhnya sempat terhempas dan menabrak tubuh truk yang tiba-tiba ngerem mendadak. Anna jatuh tidak jauh dari sepeda motor yang terjatuh di pinggir jalan, kepalanya membentur badan jalan hingga Anna tidak sadarkan diri. Begitu juga dengan Chiicel yang nampak lebih parah dari Anna. Saat Anna membuka matanya, ia sudah ada di rumah sakit. Suara tangisan terdengar sayup di telinganya. "Chiicel." Anna mulai melepaskan butir-butir air matanya. Rasanya begitu sakit saat terjatuh dari mimpi yang begitu tinggi. Menuntunnya untuk menerima sebuah kenyataan. "Suster, Chiicel dimana?" Tanya Anna kepada suster yang tengah merawatnya. "Ada di ruang ICU, ia koma mba." Mendengar perkataan itu serasa tertusuk jantungnya. "Sus antarkan aku kesana, aku ingin melihatnya." Suster itu menurut dengan menuntun Anna menaiki kursi roda. Sepanjang perjalanan menuju ruang ICU, Anna melepaskan butir-butir kepedihannya. "Tinggalkan saja aku disini, Sus." Pinta Anna ketika ada di depan pintu ruang ICU. Rasanya jantung dicabik-cabik begitu kerasnya hingga tangisannya terasa sesak didada. Beberapa alat terpasang ditubuh Chiicel dan balutan perban di kepala dan kakinya. Anna letakkan tangganya diatas tangan Chiicel yang tidak bergerak. Anna masih bisa merasakan napas pria yang selalu bisa menggoda setiap malam di mimpi-mimpinya. "Bertahanlah Cel." Kata Anna tersedat-sedat karena tangisannya." Aku menantikan kata itu." Anna coba untuk menghapus air matanya sendiri. "Cel, kamu belum sempat bilang I love you kepadaku. Kata yang selalu aku impikan setiap malam. Dan hari ini jangan kau biarkan aku menangisi akan hal itu." "Kamu ini bodoh, kenapa kamu harus berikan kejutan ini untukku? Harusnya tidak, kenapa kamu hempaskan aku jauh terbang ke awan kemudian kamu jatuhkan begitu saja." "Bodoh, bego." Anna tersentak kaget ketika Chiicel meneteskan air matanya. Kemudian tiba-tiba jantungnya tidak lagi berdetak. "Chiicel........" *** Melihati foto Chiicel membuatnya kembali merasakan butir-butir kerinduannya. Kenangan terakhir bersama Chiicel tidak akan pernah dilupakannya. Bahkan ia tidak ingin menjadi pikun untuk mengenangnya kembali. Rasa cintanya akan terus terhempaskan ke atas bersama rasa sakit yang Chiicel rasakan.

--- T H E  E N D ----

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun