Berburu pagi di 1.078 MDPL
Sudah lama sebenarnya merencanakan untuk menikmati suasana sunrise di ketinggian 1.078 MDPL. Namun baru pagi ini (22/11/2020) waktu yang tepat untuk mewujudkan rencana itu. Ketinggian 1.078 MDPL itu menunjuk pada sebuah lokasi wisata yang dua tahun terakhir semakin luas dikenal publik melalui jejaring media sosial. Disebut lokasi wisata, karena memang merupakan bagian dari destinasi wisata jika berkunjung ke Kabupaten Kuningan. Namanya dikenal sebagai Sukageuri View. Spot wisata yang paling menarik perhatian pengunjung yakni di eks Kedai Waja Kopi. Saya sebut Eks Waja Kopi, karena manajemen kedai dulu mem branding tempat ngopi itu dengan sebutan Waja Kopi. Belum lama ada perubahan manajemen, kini nama tempat tersebut menjadi Raga Kopi. Bagi saya sendiri, pergantian nama itu tidak terlalu berpengaruh; karena yang ingin dirasakan di tempat itu adalah sensasi ngopi di ketinggian 1.078 MDPL. Kedai kopi itu telah ada sejak 2017-an yang lalu, bermula dari kedai dengan kapasitas duduk yang terbatas; kini bertambah sejalan dengan banyaknya pengunjung ke kedai kopi tersebut. Nampaknya medsos berperan besar dalam menyebarluaskan keberadaan kedai kopi yang terletak di ketinggilan 1.078 MDPL
Lokasinya memang unik, karena terletak di kaki Gunung Ciremai yang merupakan gungung tertinggi di Provinsi Jawa Barat. Keindahan gunung tersebut tak diragukan lagi. Udara yang sejuk memanjakan setiap pengunjung yang datang baik sendiri, dengan kawan, kolega kerja ataupun rombongan keluarga. Asal pengunjung pun beragam, dalam dan luar kota. Setiap kali berkunjung ke lokasi tersebut, nampak sekali setiap pengunjung betah duduk berlama-lama berada di kedai kopi. Berbincang satu sama lain mulai dari bahasan yang ringan sampai yang berat-berat. Ada juga yang nampak sibuk swa poto dengan latar gunung, ataupun latar pemandangan alam di area bawah yang terhampar begitu indah. Area sawah dan ladang yang menghijau, dan terlihat dari lokasi kedai area wisata Waduk Darma yang berlokasi di Kecamatan Darma.
Kedai Kopi Raga Kopi, secara administrasi merupakan bagian dari Desa Cisantana Kecamatan Cigugur. Jarak tempuh dari kediaman saya yang berlokasi di sekitar Kampus I Universitas Kuningan yakni sekitar 11 kilometer, waktu yang diperlukan untuk tiba disana kisaran 30 menit. Kali ini saya harus merealisasikan keinginan menghirup udara segar di kaki Gunung Ciremai. Fasilitas tempat duduk sebagian besar terbuat dari bahan kayu. Area untuk ngopi sebagian besar dibiarkan terbuka tanpa atap. Hanya dua area yang beratapkan plafon, sisanya beratapkan langit. Suasana ngepas banget untuk nyantey menghilangkan segala kepenatan dan kejenuhan setelah beraktivitas. Sejauh mata memandang kita bisa melihat indahnya Kabupaten Kunignan dari ketinggian 1.078 MDPL. Dijamin betah berlam-lama duduk disana.
Jadi, memang terniat pagi ini ingin merasakan sepagi mungkin berada di ketinggian 1.078 MDPL. Dan saya pastikan, kunjungan ini bukan kali pertama. Saya lupa, sudah berapa kali datang dan duduk berlama-lama di kedai kopi tersebut. Sejak masih dirintis hingga kini, setidaknya dalam sebulan bisa lebih dari dua kali kunjungan. Kadang datang bareng keluarga, atau sengaja ngajak teman untuk ngopi disana. Sengaja ingin merefresh energi sekalian mencari inspirasi menulis untuk Kompasiana.
Marketing Experience
Ngopi di ketinggian 1.078 MDPL dari sudut pemasaran, sebenarnya yang ditawarkan adalah marketing experience. Yah pemasaran pengalaman. Memang ada menu kopi, coklat ataupun teh yang ditawarkan kepada konsumen. Ada juga menu roti dan pisang bakar, serta gorengan semacam otak-otak, cireng dan sosis; bagi penyuka mie instan juga disediakan baik rebus ataupun goreng. Melihat daftar menunya, sebenarnya biasa aja. Dengan menu yang sama atau bahkan lebih, kita sebenarnya pula bisa menikmatinya di kedai kopi yang banyak tersebar di area pusat kota Kuningan. Tapi ngopi di Kedai Raga ini benar-benar beda. Kita selain menikmati menu makanan dan minuman; lebih dari itu kita menikmati sensasi pengalaman ngopi di ketinggian 1.078 MDPL.
Secangkir minuman hangat ditambah camilan ringan kita nikmati sambil memandang Gunung Ciremai, memandang hamparan bukit, sawah, dan ladang milik warga. Kita pun bisa menikmati pemandangan laut yang berada di sekitar Kota Cirebon. Luar biasa bukan? Sensasi pengalaman yang pasti bikin kita ketagihan untuk berkunjung kembali ke kedai ini. Jam buka kedai sejak sekitar pukul 09.00 pagi, jika weekend biasanya buka sejak Subuh. Sengaja memang ada paket seperti itu, karena akhir pekan pengunjung biasanya lebih banyak dari biasanya. Kita cukup membayar tiket sebesar 15K itu sudah termasuk parkir. Pemesanan makanan  ya tentunya diluar tiket itu. Heee.
Pengalaman pemasaran jadi itu konsep intinya. Keunggulan lokasi kedai kopi yang berada di Kaki Gunung Ciremai merupakan daya tarik terseniri. Dan memang sayang banget rasanya, jika berkunjung ke Kabupaten Kuningan jika tidak menyempatkan diri merasakan sensasi ngopi di ketinggian 1.078 MDPL.
Antara Ngopi dan Menulis
Bagi saya sebagai penduduk Kabupaten Kuningan, berada lama-lama di tempat tersebut tidak sekedar untuk ngopi. Dalam beberapa kesempatan sering saya menyengajakan diri untuk datang lebih awal. Kesengajaan itu untuk tujuan menulis. Ga mesti yang berat-berat nulisnya, sekedar mencurahkan isi kepala saja itu sudah cukup. Menulis di ketinggian 1.078 MDPL juga memang beda rasanya. Saat jari jemari menyetuh keyboard, saat huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat serta paragraf demi paragraf dituangkan di tengah suasana alam yang sunyi dan sejuk; rasanya sesuatu banget.
Entah kunjungan yang keberapa kali, saya lupa. Namun yang jelas tempat ini jadi saksi saat menghilangkan kepenatan ketika masih bekerja di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kuningan. Dalam beberapa kesempatan datang pagi, untuk berjemur. Menikmati hangatnya mentari pagi. Jika tak sempat, maka datang sore hari saat senja mulai tiba. Semua sama indahnya. Terlebih menyaksikan keindahan matahari terbenam di balik punggung Gunung Ciremai. Asli keren pisan.Â
Menulis di ketinggian 1.078 MDPL adalah proses menuangkan segala pengalaman yang sudah dilalui. Menulis di tempat ini juga bercerita tentang apa yang terpikirkan untuk menata langkah di masa depan. Cocok memang, suasananya tenang, sepi, udaranya dingin, pemandangannya indah. Sempurna. Cukup rasanya dan ingin rasanya duduk berlama-lama di tempat ini, di ketinggian 1.078 MDPL. Seloroh saya meski menulis di ketinggian 1.078 MDPL semoga tulisannya ga ketinggian. Karena bagaimanapun tulisan yang komunikatif adalah tulisan yang mampu membangun chemistri dengan pembacanya. Dan itu tentu bukan hal-hal yang rumit, njlimet dan bikin mumet. Menulis di ketinggian 1.078 MDPL adalah proses menulis tentang apa yang kita saksikan dari pemandangan di sekitar kita, pemandangan yang agak jauh dari kita, bahkan yang lebih jauh lagi. Indra penglihatan memandu kita untuk meliihat ke sekliling, saat berbagai fenomena tersaji sedemikian jelas.Â
Menulis di ketinggian 1.078 MDPL adalah menuliskan tentang kesaksian kita, bahwa kehidupan masyarakat yang kita lihat berjalan begitu dinamis. Roda pembangunan dalam banyak sektor memang tak mungkin berputar secepat yang kita mau. Dinamika masyarakat ga sama, ada yang bisa diajak berlari; namun juga tidak sedikit yang butuh ekstra kesabaran. Kehidupan masyarakat sekitar bertumpu pada sektor pertanian, peternakan, wisata dan perdagangan skala kecil; namun di saat yang sama kita menyaksikan tumbuhnya sejumlah bisnis resto, berdirinya banyak pemukiman, dan aktivitas lainnya.Â
Menulis di ketinggian 1.078 MDPL adalah upaya mencerna apa yang terlihat kemarin, hari ini dan proyeksi di masa depan. Sejuknya udara pegunungan nyaris membuatku terhanyut dalam keasikan menulis. Tersadarkan langkah kaki harus segera bergegas pulang, kegiatan lain masih menanti. Saat kepenatan itu dirasakan, pasti akan kembali ke sini. Menulis di ketinggian 1.078 MDPL.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H