Pada masa usia remaja, As'ad Humam aktif selama dua tahun menjadi santri kalong (santri yang tidak bermukim secara tetap) di Pondok Pesantren Al Munawir, Krapyak, Yogyakarta. Di pondok yang didirikan oleh KH Munawir ini, As'ad Humam banyak mendapatkan ilmu-ilmu agama terutama dalam pengajaran membaca Al Quran. Hal ini dikarenakan pondok ini memang dikenal sebagai pondok pesantren Al Quran
Selain berguru, ilmu yang didapatkan oleh KH As'ad Humam juga didapatkan melalui otodidak. Hal ini dikarenakan KH As'ad Humam termasuk memiliki tingkat kegemaran membaca yang tinggi. Ketika 1,5 tahun berbaring di rumah sakit, berbagai buku agama (terutama karangan Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) senantiasa dibacanya. Buku-buku karangan HAMKA yang umumnya berisi nasihat dan ajaran tasawuf, sedikit banyak ikut andil dalam membentuk karakter semangat perjuangan, pantang menyerah, dan juga keikhlasan. Kemana saja ia pergi dalam tasnya tentu akan didapati kitab suci Al Quran dan buku atau majalah. Majalah Al Muslimun, sebuah majalah terbitan pesantren Bangil yang berisi kajian masalah-masalah hukum, menjadi salah satu bacaannya sehari-hari. Sedangkan buku-buku menyangkut akhlak, tasawuf, dan hukum Islam menjadi favoritnya (Budiyanto, 2006: 22). Buku-bukunya inilah yang sangat mungkin sekali mempengaruhi pola pikir serta amal saleh beliau, sehingga dalam kesehariannya secara fungsional KH As'ad Humam telah mengaplikasikan secara konkret apa-apa yang telah dipelajarinya. Hal ini nyaris sepadan dengan apa yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dimana apa yang telah dipelajari sedikit pun lebih baik untuk segera diamalkan (Damami, 2000). Sama juga dengan Hadits Rosululloh yang diriwayatkan Aisyah RA: ia berkata: Rosululloh SAW bersabda: Perbuatan baik yang paling disukai Allah perbuatan yang terus menerus dikerjakan. Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim (dalam Terjemahan Riyadhus Shalihin Imam Nawawi, terjemahan Sunarto, 1999: 176).
KH As'ad Humam wafat di Yogyakarta pada 2 Februari 1996.
Konflik dua kiyai
Sebenarnya agak risi mengungkapkan konflik diantara kedua kyai yang mulia ini. Namun apapun kondisinya, fakta menunjukan bahwa KH Dachlan Salim Zarkasyi semasa hidupnya --terlebih dengan pesatnya metode Iqro berkembang melampaui Qiroati-menganggap bahwa Iqro membajak karyanya. Bahkan dalam surat-surat pribadinya, KH Dachlan Salim Zarkasyi sangat mengecam KH As'ad Humam dan juga Team Tadarus AMM. Di beberapa pelatihan metode belajar membaca Al Quran pun, pengguna kedua metode ini sering kali bersinggungan. Bahkan pernah dalam sebuah pelatihan akhirnya dibatalkan karena pendukung metode Qiroati mempersoalkan keabsahan metode Iqro.
Sampai saat ini, meski kedua penyusun metode telah wafat, pendukung kedua metode ini sepertinya akan terus berpersepsi sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Satu sisi pendukung Qiroati menganggap metode Iqro menjiplak, sementara di sisi lain pendukung metode Iqro merasa bahwa usulan-usulan tentang metode Iqro sudah dikomunikasikan dengan KH Dachlan Salim Zarkasyi, dan bahkan beliau mempersilakan KH As'ad Humam untuk mengembangkan sendiri metode Iqro.
Mungkin perlu kedua pendukung metode ini perlu duduk satu meja, membedah arsip pribadi KH As'ad Humam terkait korespondensi dengan KH Dachlan Salim Zarkasyi, agar niat baik kedua kiyai ini dapat dipahami, sehingga tidak ada lagi prasangka diantara mereka. Namun apapun permasalahannya, sungguh kedua tokoh ini layak dijadikan sebagai Pahlawan Gerakan Pemberantasan Buta Huruf Al Quran.
Heni Purwono
Mahasiswa Magister Ilmu Sejarah Undip dan Magister Manajemen Pendidikan Unnes
Artikel ini berdasar penelitian penulis pada saat pengerjaan Skripsi S1 dan juga Tesis S2 penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H